Yang jadi landasan hukumnya Peraturan Menteri PUPR Nomor 20 Tahun 2015. Di dalam aturan ini disebut tertulis batas gaji pokok MBR bagi pengaju KPR FLPP untuk rumah tapak adalah sebesar Rp 4 juta, sedangkan untuk rumah susun sebesar Rp 7 juta. Nilai tersebut berlaku sama secara nasional.
Hal yang serupa juga ada di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 269 PMK.010/2015.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Batas harga hunian vertikal bebas PPN 10% sebesar Rp 250 juta. Batasan penghasilan wajib pajak yang berhak mendapat fasilitas tersebut, yakni sebesar Rp 6 juta," begitu isi aturan tersebut seperti dikutip detikFinance, Selasa (10/4/2018).
Dalam buku saku ini juga diikutsertakan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam pasal 1 Ayat 24 disinggung soal warga yang bisa memiliki rumah DP Rp 0.
Di aturan tersebut dijelaskan masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
Untuk diketahui, di dalam buku saku juga dijelaskan soal latarbelakang Anies-Sandi menggarap program tersebut. Pada intinya warga Jakarta masih banyak yang belum memiliki tempat tinggal sendiri alias masih mengontrak dan semacamnya. Sementara, kebutuhan hunian di ibu kota terbilang tinggi.
Kemudian juga dijelaskan untuk apa dan siapa rumah DP Rp 0 ini dibangun. Selain itu juga dijelaskan tujuan dibentuknya program ini.
Tahapan pelaksanaan program DP Rp 0 yang dibangun pengembang pun dijelaskan secara sederhana lewat buku saku, mulai dari developer membangun hingga memperoleh persetujuan dari bank penyalur kredit.
Persyaratan warga yang boleh memiliki rumah DP Rp 0 juga diinformasikan secara jelas di buku ini. Setidaknya ada sepuluh syarat yang harus dipenuhi. Lalu skema penyelenggaraan rumah DP Rp 0, simulasi kredit kepemilikan, hingga bagaimana menetapkan harga jualnya pun dipaparkan dalam buku saku ini. (zlf/zlf)