Sofyan Djalil mengatakan dua kasus tersebut yang pertama sengketa antara masyarakat dengan BUMN. Kedua, mengenai sengketa lahan masyarakat dengan pemerintah.
"Jadi tadi rapat terbatas penyelesaian sengketa lahan yang mempercepat penyelesaian sengketa lahan," kata Sofyan Djalil di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk kasus pertama, sengketa lahan masyarakat dengan BUMN (dalam hal ini PT Perkebunan Nusantara V (PTPN), luas lahan sengketa 2.800 hektar terjadi di desa Sinamanenek, kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Sengketa ini telah berlangsung sejak 1996, namun akhirnya sudah diselesaikan. Sehingga masyarakat mendapatkan haknya berupa sertifikat.
"2.800 hektar tanah yang menjadi klaim masyarakat ulayat Sinamanenek sudah diselesaikan. PTP melepaskan kemudian nanti akan diberikan haknya kepada masyarakat tersebut," kata Sofyan.
Kasus kedua, sengketa lahan Kampung Tua yang berada di 31 titik di Kepulauan Riau. Sofyan menyebut, sengketa itu bermula ketika Batam menjadi kawasan otoritas. Sehingga seluruh aset berada di bawah otoritas kawasan.
"Seluruh tanah di Batam diklaim sebagai HPL otorita Batam padahal di situ banyak kampung-kampung tua, kampung-kampung yang ada sebelum otorita Batam dibentuk, ini diputuskan diberikan kepada masyarakat," ujar dia.
Sofyan mengungkapkan, jumlah kasus sengketa lahan yang tercatat di ATR ada 8.959. Di mana, 56% sengketa antar masyarakat, 15% sengeketa antara badan hukum dengan perseroan terbatas, BUMN.
Selanjutnya, 0,1% badan hukum dengan badan hukum dan sekitar 27% sengketa antara masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan BUMN, masyarakat dengan TNI.