"Betul. Kita melakukan relaksasi tarif dan batasan harga jual hunian mewah, itu untuk mendorong sektor properti," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Menurut Hestu, sektor properti memiliki dampak ganda (multiplier effect) yang luas terhadap sektor lain. Adapun, realisasi pertumbuhan sektor properti belakangan ini disebut tengah turun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pajak Rumah Mewah Dipangkas Jadi 1% |
"Dengan kebijakan ini, diharapkan produksi dan penjualan meningkat, sehingga mendorong pertumbuhan sektor properti," tambahnya.
Dapat diketahui, penurunan pajak itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Dalam PMK ini disebutkan, bahwa barang yang tergolong sangat mewah untuk properti di antaranya adalah:
a. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atas harga pengalihannya lebih dari Rp 30 miliar atas luas bangunan lebih dari 400m2
b. Apartemen kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp 30 miliar atas luas bangunan lebih dari 150m2
Besarnya Pajak Penghasilan terhadap barang yang tergolong barang mewah, khusus untuk rumah dan apartemen, adalah 1% dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.
(hek/ara)