Menimbang Usul Fadli Zon Ibu Kota di Jonggol, RI Ekspor Semangka

Round-Up 5 Berita Terpopuler

Menimbang Usul Fadli Zon Ibu Kota di Jonggol, RI Ekspor Semangka

Danang Sugianto - detikFinance
Minggu, 18 Agu 2019 20:32 WIB
Menimbang Usul Fadli Zon Ibu Kota di Jonggol, RI Ekspor Semangka
Jakarta - Saran memindahkan ibu kota ke Jonggol pun kembali digaungkan salah satunya oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Pindah ke Jonggol dianggap jauh lebih efisien dibanding pindah ke pulau Kalimantan seperti rencana Jokowi.

Selain pindah ibu kota ke Jonggol, sejumlah berita menarik lainnya masuk dalam daftar yang paling banyak dibaca hari ini. Di antaranya adalah soal dampak infrastruktur ke industri asuransi dan Indonesia yang berhasil ekspor semangka.

Selengkapnya ada 5 berita terpopuler hari ini.
Founder Urban+, Pengamat Perancang Kota, Sibarani Sofyan mengatakan, memang setiap lokasi pasti memiliki kelebihan untuk dijadikan ibu kota. Untuk Joggol sendiri memiliki kelebihan lokasinya yang dekat dengan ibu kota saat ini, yakni Jakarta.

"Dekat dan bisa dilakukan dengan metoda lebih mudah tanpa isu lintas pulau," ujarnya kepada detikFinance, Minggu, (18/8/2019).

Dengan lokasi yang dekat dengan ibu kota saat ini, maka untuk mencari sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan serta ahli dalam membangun ibu kota baru akan lebih mudah.

Selain itu, infrastruktur pendukung di Jonggol juga terbilang sudah tersedia. Sehingga akan lebih efisien karena tidak harus membangun infrastruktur pendukung terlebih dahulu.

"Ketersediaan infrastruktur pendukung juga lebih mudah dan sdh ada jaringan-jaringan level Jabodetabek," tutupnya.

Jika ibu kota pindah ke Jonggol juga ada minusnya. Pertama, di Jonggol lahannya sudah dikuasai banyak pihak individu. Sehingga pemerintah akan sulit mengontrol harga tanahnya.

Kedua, Jabodetabek terbilang sudah terlalu padat. Lokasinya juga sangat dekan dengan ibu kota saat ini.

Sehingga tujuan dasar untuk memindahkan ibu kota dari segala macam permasalahan yang ada di Jakarta sulit tercapai.

"Memindahkan ibukota di sela-sela Jabodetabek mungkin tidak memberi manfaat pengurangan masalah atau isu-isu kota Jakarta antara lain kemacetan, kekurangan air bersih, energi, dan lainnya," terangnya.

Selain itu, jika pindah ke Jonggol, pola pergerakan staf pemerintahan mungkin tetap berkomuter di tempatnya masing. Sehingga tujuan untuk memberikan multiplier efek ke ibu kota baru termasuk dalam hal perekonomian juga tidak tercapai.

Terakhir, jika ibu kota dipindahkan ke Jonggol target mengurangi Jawa sentris dan pemerataan ke daerah lainnya di Indonesia tidak tercapai.

Upaya pemerintah dalam membangun pertanian di perbatasan mulai membuahkan hasil. Salah satunya dengan kegiatan ekspor sejumlah wilayah perbatasan ke negara tetangga.

"Terus bertumbuh, volume ekspor Semangka asal Rote. Kita terus gali potensi komoditas unggulan diperbatasan yang bisa di ekspor," kata Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Ali Jamil melalui keterangan tertulisnya saat menerima laporan pelepasan ekspor buah Semangka segar sebanyak 2 ton ke Timor Leste, seperti dikutip dalam rilis, Minggu (18/8/2019).

Menurut Jamil, kegiatan ekspor buah hortikultura ini bukan yang pertama kalinya, berdasarkan data sistem otomasi perkarantinaan IQFAST, tercatat hingga pertengahan tahun 2019 ini, terdapat 20,1 ton buah semangka segar asal Kabupaten Rote, Nusa Tenggara Timur ini yang telah dilalulintaskan menuju negeri tetangga, Timor Leste.

Jamil juga menambahkan bahwa neraca dagang berjalan tahun 2019 komoditas pertanian ke negara RDTL masih negatif, dimana jumlah ekspor aneka komoditas pertanian sebanyak 1,8 ribu ton dan sebaliknya jumlah komoditas yang masuk sebanyak 3,8 ribu ton.

"Perlu kita gali dan dorong bersama Pemda agar komoditas pertanian di wilayah batas negara bisa bertumbuh dan surplus. Dan kami melalui unit kerja karantina pertanian Kupang siap mengawal," ungkapnya.


Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo, Eddy Rizliyanto menjelaskan, kencangnya pembangunan infrastruktur membuat banyak pemain bisnis asuransi terjun. Alhasil, banyaknya pemain membuat mereka bersaing memberi premi yang rendah.

"Ya, pasti (pengaruh) cuma di bisnis konstruksi kempetisinya tinggi sekali dalam artian kan banyak project, pemain-pemain di situ agak jor-joran dalam hal premi sebenernya marginnya sudah tipis," jelasnya kepada detikFinance, di kantornya, Jakarta, Rabu lalu (14/8/2019).

Dia menuturkan, meski premi yang diberikan tipis tapi risiko klaimnya masih bisa terukur oleh perusahaan asuransi.

"Kalau ada satu project mereka kasih premi kecil, mungkin project infrastruktur klaimnya sebenarnya banyak juga tapi dalam arti besarannya itu perusahaan asuransi berani menutupnya. Kalau project konstruksi bagi perusahaan asuransi ya relatif masih bisa dikelola risikonya, mungkin banyak marginnya di situ," ujarnya.

Dia juga menuturkan, karena risikonya terukur maka perusahaan asuransi tidak perlu melakukan asuransi ulang (reasuransi). Sehingga, keuntungan yang diterima besar. Kembali, keuntungan dari tidak melakukan reasuransi ini bisa dijadikan alat untuk memberikan premi rendah.

"Tapi tidak reasuransi kecuali (proyek) cukup besar, kalau project menurut saya diambil sendiri risikonya. Sehingga kalau nggak direasuransi marginnya tebel, karena marginnya tebel risiko kecil, dikasih premi rendah. Kalau sudah seperti tinggal tulang, dagingnya tinggal dikit," paparnya.

Hide Ads