Akan tetapi permintaan itu dianggap tidak realistis dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
"Selama yang saya pantau harga lahan Rp 200 ribu/meter itu nggak make sense," ujar Senior Associate Director Colliers Ferry Salanto di Gedung World Trade Center I, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi kalau kita lihat kawasan industri itu kan tidak bisa cuma sekedar cari lahan murah ditaruh di sembarang tempat, mungkin ada lahan Rp 200 ribu/meter tapi in the middle of nowhere, tidak ada akses tidak ada bahan baku," terangnya.
Faktor demografi juga penting untuk diperhatikan mengingat kawasan industri pastinya butuh banyak tenaga kerja.
"Kalau jauh dari mana-mana, tidak ada tenaga kerja yang bisa di-hire di situ karena kan kebutuhan industri itu kan, kuncinya ada sumber energi yang terdekat, kedua tenaga kerja yang bisa di-hire. Jadi harus liat demografi di sekitarnya," tegasnya.
Lalu kedekatan kawasan industri dengan target pasar juga krusial, dan faktor satu ini lah yang membuat harga tanah tidak mungkin semurah yang diminta.
"Terakhir kedekatan dengan target pasar atau distribusinya, dipermudah memang harus, terutama dari sisi perizinan dan lain-lain, tapi bukan dalam arti harga itu dikontrol," katanya.
Sebab, menurut Ferry, terkait harga lahan memang pemerintah tidak bisa ikut andil terlalu jauh di dalamnya, ada peran swasta yang cukup besar di sana.
"Karena mekanisme harga ini memang semua inisiatifnya dari swasta, pemerintah ga punya cukup lahan untuk mengontrol harga tanah," tutupnya.
Sebagai informasi, pemerintah sedang mempercepat pembangunan KI Brebes, Jawa Tengah.
KI Brebes dibangun untuk memberikan kepastian dan kemudahan investasi khususnya di Provinsi Jawa Tengah. Percepatan pembangunan KI Brebes ini merupakan tindak lanjut Perpres No 79 tahun 2019.
Kementerian BUMN telah menunjuk PT Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) sebagai pengelola KI Brebes. PT KIW merupakan salah satu dari 6 BUMN yang ditunjuk untuk mengelola KI di Indonesia.
(eds/eds)