Analis Hukum Pertanahan dan Properti Eddy Leks mengatakan dalam setiap aturan pasti selalu ada implikasi. Dalam Pergub Nomor 133 Tahun 2019 yang baru dikeluarkan tersebut ia melihat bahwa ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menghalangi pengurus yang mungkin 'tidak sah' atau 'tidak diakui' atau 'yang sewenang-wenang' dalam memberikan sanksi-sanksi berdasarkan tata tertib. Dan pengurus perhimpunan seperti bisa merugikan para penghuni.
"Namun, yang saya sayangkan, ketentuan tersebut terlalu luas. Alasan-alasan yang melarang pemberian fasilitas dasar sangat variatif, bahkan dengan alasan hal-hal lain yang terkait dengan pengelolaan rumah susun yang menyebabkan kerugian bagi para pemilik dan penghuni," kata Eddy, Senin (6/1/2020).
Ketentuan seperti ini, lanjut Eddy, justru bisa dimanfaatkan oleh penghuni yang memang dengan sengaja tidak mau membayar. Penghuni tersebut akan menggunakan alasan-alasan yang bisa saja dibuat-dibuat untuk kepentingannya, mengingat alasan untuk melarang pemutusan fasilitas dasar sangat luas. Padahal, di sisi lain, uang pengelolaan itu sangat penting. Tanpa itu, rumah susun tidak bisa beroperasi dengan baik, dan akan muncul banyak masalah seperti keamanan dan keselamatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal-hal seperti ini, kata Eddy, yang sering kali muncul dalam penerbitan aturan-aturan di level daerah. Saya tidak heran pemerintah pusat mencanangkan omnibus law karena aturan-aturan di level daerah malah sering menyimpang atau tidak selaras dengan aturan pemerintah pusat.
"Dengan demikian, penafsiran hukum menjadi terdistorsi dan ini tidak baik bagi negara hukum seperti negara Indonesia," tutur dia.
Selain itu, ketika seseorang memutuskan untuk membeli apartemen, maka yang dibeli adalah unit yang dipilih dan semua fasilitas yang disediakan dalam apartemen tersebut. Dan mengenai IPL ini sudah jelas tertuang dalam UU Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun. Bahwa siapa pun yang mempunyai apartemen atau satuan rumah susun wajib membayar Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).
Contohnya taman bermain, lift dan kolam renang yang jelas perlu dirawat secara rutin. Meski ada salah satu fasilitas yang tidak pernah dinikmati, atau lebih sering naik tangga karena tinggal di lantai bawah atau tidak pernah ke taman bermain anak karena masih bujangan. Namun penghuni tetap harus membayar iuran untuk menanggung biaya bersama-sama dengan penghuni lainnya.
Seperti diketahui, selama ini, sanksi yang diberikan kepada para penghuni yang mengemplang IPL adalah dengan mematikan air dan listrik. Pemadaman listrik dan air itu pun dilakukan pengurus setelah memberikan surat peringatan sebanyak tiga kali dengan jangka waktu 3 bulan. Jika dalam batas waktu tersebut pemilik tetap tidak mau membayar, barulah sanksi pemadaman dilakukan.
(dna/dna)