Hotel Luar Pulau Jawa Masih Sepi saat Liburan Idul Adha, Ini Sebabnya

Hotel Luar Pulau Jawa Masih Sepi saat Liburan Idul Adha, Ini Sebabnya

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 03 Agu 2020 15:14 WIB
tertipu kamar hotel mewah
Ilustrasi Foto: pool
Jakarta -

Perayaan Idul Adha 1441 Hijriah kemarin diramaikan dengan adanya arus mudik, sehingga meningkatkan okupansi hotel di daerah untuk sementara. Okupansi hotel-hotel di wilayah Pulau Jawa sempat menyentuh angka 20%, dari sebelumnya hanya di level 5-15%. Sayangnya, kenaikan itu tak terasa di hotel-hotel luar Pulau Jawa.

"Kenaikan itu terjadinya hanya di beberapa wilayah tertentu seperti Pulau Jawa. Nah Pulau jawa sudah sangat terhubung dibandingkan daerah lain. Kalau daerah lain peningkatannya justru di bawah itu," ungkap Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran kepada detikcom, Senin (3/8/2020).

Menurut Maulana, pengusaha hotel di Pulau Jawa masih terbantu dengan adanya Jalan Tol Trans Jawa yang memudahkan akses masyarakat untuk mudik. Sementara, di luar Pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi masih mengandalkan moda transportasi udara alias pesawat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi kalau kita hitungan ratanya (okupansi) paling cuma 5-10% itu paling tinggi. Nah kenapa begitu? Karena kita nggak bisa lihat dari moda transportasi darat saja, kita juga harus lihat ke moda transportasi udara," terang dia.

Ia mengatakan, tingkat keraguan masyarakat yang masih tinggi untuk kembali bepergian menggunakan pesawat, serta banyaknya proses yang harus dilalui untuk naik pesawat berdampak langsung pada kinerja hotel-hotel di luar Pulau Jawa.

ADVERTISEMENT

"Nah beda kalau orang ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Paling cepat mereka harus melakukan dengan transportasi udara. Jadi lonjakan okupansi itu tidak merata. Bukan hanya keraguan untuk naik transportasi udara. Tapi kan proses untuk bergerak melalui jalur udara kan panjang. Harus ada rapid test atau PCR. Sementara kalau mereka melalui jalur darat kan mereka tidak diwajibkan apa-apa, mereka tinggal berangkat saja," paparnya.

Apalagi, untuk naik pesawat saat ini tak hanya membutuhkan biaya untuk membeli tiket, tapi juga membayar rapid test atau PCR test yang diwajibkan.

"Rapid test dan PCR ini bukan hanya proses, tapi juga tambahan biaya. Nah kita tahu bahwa domestic traveler itu khususnya leisure, itu mereka melakukan pergerakan secara massal. Jadi mereka pergi itu kalau mudik pasti 1 keluarga. Sedangkan biaya (rapid test) Rp 150.000 itu dikalikan jumlah keluarga yang bepergian kan cukup besar," imbuh dia.

Hal inilah yang membuat masyarakat yang harus mudik ke luar Jawa mempertimbangkan kembali perjalanannya, dan berdampak langsung pada okupansi di hotel-hotel.




(zlf/zlf)

Hide Ads