Fakta Sengketa HGU PTPN vs Markaz Syariah Habib Rizieq

Fakta Sengketa HGU PTPN vs Markaz Syariah Habib Rizieq

Tim detikcom - detikFinance
Jumat, 25 Des 2020 05:56 WIB
markaz syariah
Foto: 20detik
Jakarta -

Lahan Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah (MS) pimpinan Habib Rizieq Shihab menjadi sorotan. Hal itu karena sang pemilik lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII melayangkan somasi meminta Markaz Syariah untuk menyerahkan lahan.

Front Pembela Islam (FPI) kemudian merilis video berisi penjelasan Habib Rizieq mengenai masalah tersebut. Intinya, Habib Rizieq mengakui PTPN VIII memiliki hak guna usaha (HGU) yang menjadi Ponpes Markaz Syariah. Namun, tanah itu ditelantarkan selama 30 tahun.

Mengacu Undang-undang (UU) Agraria, ia berpandangan, jika ada tanah yang terlantar selama 20 tahun maka tanah itu bisa menjadi milik penggarap. Ia juga berpandangan HGU bisa batal jika pemilik HGU menelantarkan tanah yang dikelola.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan penelusuran detikcom, Kamis (24/12/2020), hak-hak atas tanah sendiri diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Khusus untuk hak guna usaha di atur pada Bagian IV.

Pada Pasal 28 UU Ayat 1 dijelaskan, hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagai disebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

ADVERTISEMENT

Kemudian, di Ayat 2 dijelaskan HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. Di Ayat 3 berbunyi HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

"Hak guna usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun," bunyi Pasal 29 Ayat 1.

Namun, di Ayat 2 disebut untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun.

"Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun," bunyi Pasal 29 Ayat 3.

Lebih lanjut, Pasal 30 Ayat 1 menyebut, yang dapat mempunyai HGU ialah (a) warga negara Indonesia dan (b) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Di Ayat 2 dijelaskan, orang atau badan hukum yang mempunyai HGU tidak memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam Ayat 1 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepas atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak lain yang memperoleh HGU jika ia tidak memenuhi syarat tersebut.

"Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah," lanjut Pasal 30 Ayat 2.

Pasal 31 menyatakan, HGU terjadi karena penetapan pemerintah. Di Pasal 32 Ayat 1 disebutkan, HGU termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

Di Pasal 32 Ayat 2 tertulis, pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Ada sejumlah hal yang membuat HGU dihapus sebagaimana diatur dalam Pasal 34. Klik halaman selanjutnya.

Sejumlah hal yang membuat HGU dihapus sebagaimana diatur dalam Pasal 34. Berikut rinciannya:

a. Jangka waktunya berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
d. Dicabut untuk kepentingan umum
e. Diterlantarkan
f. Tanahnya musnah
g. Ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.

Harus Balik ke Negara Dulu

Lahan HGU akan kembali ke negara jika hak kepemilikannya habis. Lahan tersebut tak bisa langsung dikuasai masyarakat.

Demikian disampaikan Juru Bicara Kementerian ATR/BPN M Taufiqulhadi kepada detikcom merespons sengketa lahan PTPN VIII dan Markaz Syariah pimpinan Habib Rizieq Shihab.

"Tanah milik PTPN kembali menjadi milik negara jika hak kepemilikan PTPN sudah berakhir. Lahan-lahan tersebut tidak bisa dikuasai masyarakat," katanya.

Pelepasan hak tanah milik negara masih bisa dimungkinkan, tapi harus sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku.

"Kecuali lahan tersebut telah dilepas oleh Menteri BUMN. Untuk dilepaskan oleh BUMN, itu harus diajukan terlebih dahulu," ujar Taufiq.

Atas permohonan itu, kementerian terkait, yaitu Kementerian BUMN, akan mempertimbangkannya apakah mengabulkan permohonan atau tidak.

"Berdasarkan permohonan tersebut, Menteri BUMN akan mempertimbangkan. Demikianlah status lahan milik PTPN (BUMN)," tutur Taufiq.


Hide Ads