Mulai bulan depan, tepatnya Maret 2021 Bank Indonesia (BI) akan memberikan relaksasi untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dalam bentuk pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) KPR menjadi paling tinggi 100%.
Dengan demikian, pembelian rumah dan properti lainnya akan mendapatkan pembebasan uang muka alias down payment atau DP 0% yang berlaku hanya sampai 31 Desember 2021.
"Pelonggaran itu berlaku untuk semua jenis properti seperti rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan," kata Perry dalam pengumuman hasil RDG Bulanan secara virtual, Kamis (18/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi kebijakan itu, Perencana Keuangan Senior Aidil Akbar menilai ada kemungkinan cicilan rumah lebih besar karena DP 0% alias dibebaskan.
Baca juga: DP KPR Bisa 0%, Waktu Tepat Beli Rumah? |
"Yang harus kita pikirkan ketika membeli rumah dengan DP 0%, maka berarti seluruh harga nilai rumahnya itu berarti kita bayar menggunakan utang. Otomatis utangnya semakin lebih besar, dan otomatis cicilan semakin besar," kata Aidil ketika dihubungi detikcom.
Oleh sebab itu, ia meminta masyarakat tak gegabah membeli rumah meskipun DP akan dibebaskan bulan depan.
"Kalau misalnya dirasa kita tidak mampu, maka sebaiknya jangan dipaksakan. Karena kalau misalnya dengan DP 0%, ternyata jumlah cicilannya sampai dengan 45% dari penghasilan, itu dijamin nggak lama bisa bayar cicilan. Mungkin hitungan nggak sampai 1 tahun mungkin kita sudah merasa keberatan membayar cicilan tadi," urainya.
Apalagi, menurutnya saat ini perekonomian negara maupun masyarakat Indonesia masih menghadapi ketidakpastian.
"Meski ada vaksin, tapi kan belum tahu COVID-19 ini berapa lama, ekonomi kapan bangkit. Kita masih ada risiko pekerjaan (penghasilan) kita menurun, atau bahkan risiko di PHK (pemutusan hubungan kerja) masih membayangi. Kalau sampai itu terjadi sanggup nggak kita membayar cicilan kalau tidak ada pekerjaan?" kata Aidil.
Namun, menurut Perencana Keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto, DP KPR 0% belum tentu memperbesar cicilan bulanan. Apalagi, BI kembali menurunkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate ke level 3,5%. Menurutnya, kebijakan itu akan membuat bunga kredit bank lebih rendah, sehingga cicilan juga lebih ringan.
"Tergantung, kalau harga rumahnya nggak berubah? Apalagi sekarang BI turunkan suku bunga. Seharusnya ketika BI turunkan suku bunga, bunga kredit itu nggak akan tinggi-tinggi sekali," tutur Eko ketika dihubungi secara terpisah.
Oleh sebab itu, bagi orang-orang yang masih punya kemampuan mengangsur, menurut Eko ini saat yang tepat untuk membeli properti atau khususnya rumah. Namun, mesti diperhatikan bahwa pengeluaran untuk cicilan jangan sampai melebihi 30% dari penghasilan bulanan.
"Idealnya maksimal 30% itu total semuanya. Tapi kalau dia punya cicilan KPR di mana, atau asetnya adalah aset yang meningkat nilainya, boleh sampai 40% maksimal. Jadi itu maksimal 40% kalau ada KPR-nya," imbuh Eko.
Selain itu, ia menyarankan untuk membeli rumah ketika sudah mempunyai dana darurat atau emergency fund. Dengan demikian, apabila orang tersebut menghadapi permasalahan dari sisi penghasilan, masih ada dana darurat yang bisa digunakan untuk mencicil KPR.
"Dia harus punya dana cadangan, untuk mempersiapkan kalau-kalau sumber penghasilannya bermasalah ke depannya, sekitar 3 sampai 6 kali pengeluaran bulanan termasuk cicilan. Untuk jaga-jaga. Nah dengan adanya DP 0% kan harusnya uang yang untuk DP bisa untuk jaga-jaga kan? Bisa untuk emergency fund? Katakan dia penghasilan bermasalah, gajinya terlambat, atau paling jeleknya dia di PHK pun maka dia masih bisa hidup selama 6 bulan plus angsurannya," tutupnya.
(vdl/zlf)