Pembuat Rumah 'Ant Man' Sepi Pesanan Sampai Jual Mobil Demi Bertahan Hidup

Liputan Khusus

Pembuat Rumah 'Ant Man' Sepi Pesanan Sampai Jual Mobil Demi Bertahan Hidup

Vadhia Lidyana - detikFinance
Minggu, 28 Feb 2021 15:15 WIB
Maket proyek pembangkit listrik Famous Studio Maket Jakarta Joglo
Foto: Ilustrasi Bisnis Maket (Vadhia Lidyana/detikcom)
Jakarta -

Pandemi virus Corona (COVID-19) turut menggerus usaha para pembuat rumah 'Ant Man' atau perajin maket miniatur. Pesanan yang sepi menyebabkan para perajin maket atau diorama tak ada pemasukan, bahkan ada yang rela jual mobil demi bertahan hidup.

"Sebenarnya kalau kondisi normal bisnis ini menguntungkan sekali. Sampai saya bisa gonta-ganti beli mobil. Tapi karena pandemi, sekarang sudah terjual, sampai 2 motor buat operasional juga saya jual," kata Ronny (39), pemilik usaha maket miniatur Prabu Pratama ketika ditemui di kediamannya, Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Tak hanya menjual mobil dan motor untuk bertahan hidup, Ronny juga menjual mesin-mesin untuk membuat maket.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Alat/perkakas circular saw, mesin bor, kompresor untuk mengecat, mesin paku tembak, printer LaserJet, PC all in one, dan bahan sisa-sisa pembuatan maket/diorama di jual loakan," terang Ronny.

Ia yang bisa mengantongi belasan hingga puluhan juta rupiah per bulan dari membuat maket untuk konsultan, museum, mahasiswa jurusan arsitek atau desain interior, dan sebagainya kini harus mencari cara bertahan hidup.

ADVERTISEMENT

Ronny sendiri merupakan sarjana jurusan arsitektur. Beruntungnya, ia juga memiliki kemampuan membuat animasi 3D dalam bentuk video. Selama pandemi, ia beberapa menerima pesanan video animasi 3D untuk proyek perumahan.

"Iya saya bikin juga. Misalnya setiap ruangan saya buat animasi. Itu ada pesanan, masih ada. Selama pandemi ada 3 pesanan. Yang mau order banyak, tapi yang masuk harganya hanya 3, itu proyek perumahan dan apartemen. Saya pasang harga per second, render standar itu Rp 20 juta-an. Kalau full render realistic itu Rp 30-40 juta per second," paparnya.

Meski tampaknya harga tersebut terbilang fantastis, namun pengerjaannya cukup lama dan membutuhkan listrik yang besar.

"Tergantung mau full ruangan. Itu per detik bikinnya lama sekali. Makanya saya bagi-bagi tim desain saya, ini buat render, ini buat modelling, animasi. Pengerjaan 1 detik untuk rendernya saja 4 hari, proses modelling 3 hari, finishing 1 hari, total ya 10 hari lah," kata dia.

Sementara itu, pemilik usaha maket Famous Studio Maket Jakarta Joglo Musanu Fadin (46) harus putar otak untuk menafkahi keluarga karena pesanan sepi akibat pandemi COVID-19.

Sebelum pandemi, ia bisa menerima 3-5 pesanan per bulan. Saat ini, untuk mendapatkan 1-2 pesanan per bulan pun sulit, bahkan kerap kali nihil.

"Setahun pandemi itu dalam 1 bulan paling banyak 2. Tapi kadang-kadang 1 pesanan, atau nggak ada," ungkap Musanu ketika ditemui di kediamannya di Jakarta.

Ia mengaku, pemasukan yang ada saat ini tak cukup memenuhi kebutuhan keluarga. Ditambah lagi dana simpanan yang ia miliki sudah habis untuk menafkahi keluarfa.

"Ya nggak sih. Jadi simpanan juga habis. Karena yang selama ini saya jalanin nggak sesuai, otomatis ambil dari kantong, dan lama-kelamaan tipis juga. Dan orang kerja kan kasihan, dia harus mengirim ke kampung, kerjaan juga terkadang selesai malah nggak diambil-ambil. Otomatis kan tagihannya nggak full," papar dia.

Musanu juga biasanya menerima pesanan tugas maket mahasiswa. Namun, selama pandemi ini tak ada lagi pesanan dari mahasiswa karena sebagian besar membuat sendiri selama belajar dari rumah.

"Biasanya ada pesanan tugas akhir juga. Tapi sekarang nggak ada, karena mahasiswa konsepnya mungkin dari rumah. Dia bikin sendiri, foto, presentasi ke dosen," imbuhnya.

Ia mengatakan, beberapa kali orang-orang menghubunginya untuk memesan maket atau diorama, akan tetapi meminta harga murah. Namun, ia tak mau mengambil karena berisiko harga maketnya akan terus jatuh ke depannya.

"Rata-rata sekarang mintanya murah. Buat tenaga saja nggak cukup. Jadi saya masih bertahan dengan harga lama. Karena kalau saya ikuti, nanti ke sananya jatuh terus. Nggak bisa rata, malah turun. Karena otomatis dari mulut ke mulut, di sana saja murah, dan sebagainya. Jadi nggak bisa naik saya," tandas Musanu.




(vdl/dna)

Hide Ads