Oleh karena itu Bukit Algoritma bisa menjadi tempat untuk memproduksi inovasi yang dibutuhkan desa tersebut. Apalagi saat ini desa diberikan dana desa untuk perkembangan di daerahnya.
"Dengan adanya dana desa, kan desa punya daya beli. Bukan cuma daya beli produk inovasinya, bahkan kira rangsang desa-desa untuk berinvestasi juga mengembangkan lembaga riset. Kita mau buat menara bumdes di sini, tepat dimana R&D dari perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh bumdes," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ikut mengomentari terkait proyek Bukit Algoritma yang disebut bakal jadi Silicon Valley Indonesia. Dia berharap proyek yang akan dibangun di Sukabumi itu tidak hanya sekedar gimmick semata.
Pria yang akrab disapa Kang Emil mengatakan ada beberapa syarat agar proyek Silicon Valley berhasil. Seperti di Amerika Serikat, kata dia, kesuksesan Silicon Valley karena integrasi industri, finansial dan institusi.
"Kenapa Silicon Valley sukses? Saya kasih tahu, karena di sana (Amerika Serikat) ada kumpulan universitas berdekatan dengan kumpulan industri, berkumpul dengan finansial institusi. Kalau tiga poin tadi tidak hadir dalam satu titik, yang namanya istilah Silicon Valley itu hanya 'gimmick-branding' saja," kata Kang Emil di Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Senin (12/4/2021).
"Tapi kalau bisa membuktikan tiga komponen itu hadir, ada universitas untuk riset, ada industri yang mengambil riset jadi barang, jadi inovasi dan ada pembiayaannya ada investor. Ada macam-macam," kata pria yang akrab disapa Kang Emil itu.
Meski begitu, Kang Emil mendukung upaya dari perusahaan pelat merah PT Amarta Karya (Persero) tersebut.
"Niatnya saya respons, saya dukung, tapi hati-hati kepada semua orang yang sedikit-sedikit bilang mau bilang bikin Silicon Valley, ukurannya ada tiga yang tadi," ujarnya.
Lalu apa bedanya Bukit Algoritma dengan Silicon Valley yang asli? Baca di halaman berikutnya.