Kehadiran Suharso di Kaltim sebagai bagian dari upaya groundbreaking pembangunan IKN. Namun pembangunan IKN saat ini memicu kritik dari sejumlah pihak.
"Semestinya Presiden yang memberi contoh satu tindakan yang masuk akal pada waktu krisis. Ketika ada krisis, uang kurang, pajak turun, rasio pajak di bawah 10%, proyek-proyek besar berupa istana yang megah-megah, proyek-proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, proyek Bandara Kertajati yang mangkrak, itu semua harus ditunda, nggak ada pilihan lain," tegas Ekonom Senior Didik Junaedi Rachbini ketika saat dihubungi, Rabu (21/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat Kebijakan Publik Harryadin Mahardika pun berpendapat serupa. Menurutnya, jika tujuan pemerintah membangun ibu kota baru tahun ini untuk menghidupkan sektor konstruksi dan memulihkan ekonomi, maka dia pesimistis.
Pasalnya, letak geografis Kaltim sendiri jauh dari daerah-daerah lain, sehingga efeknya kemungkinan hanya terasa di Kaltim.
"Saya agak pesimistis itu bisa memulihkan ekonomi. Pertama, lokasi pembangunannya di Kalimantan. Jadi kalau ada multiplier effect-nya, itu nanti yang paling merasakan adalah Kaltim. Padahal di sana kegiatan ekonominya kecil sekali kalau dibandingkan daerah lain seperti Jawa. Jadi efeknya terhadap seluruh Indonesia itu sangat kecil, yang besar hanya di Kaltim," ucap Harryadin.
Dia menilai, seharusnya pemerintah fokus pada pemulihan ekonomi melalui konsumsi masyarakat. Sementara, pembangunan ibu kota baru bisa ditunda.
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron juga mengkritisi momentum pemerintah melanjutkan pembangunan ibu kota negara di Kaltim. Momentumnya dinilai tidak tepat karena masih di tengah pandemi COVID-19.
"Momentumnya tidak tepat karena kita sedang dihadapkan kepada pandemi COVID-19, kita juga sedang kesulitan ekonomi," sebutnya.
(ara/ara)