Pemerintah Diminta Pikir-pikir Lagi soal Pembangunan Ibu Kota Baru

Pemerintah Diminta Pikir-pikir Lagi soal Pembangunan Ibu Kota Baru

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 27 Apr 2021 15:04 WIB
Desain Istana Presiden di Ibu Kota Baru
Foto: Dok. Tangkapan Layar Youtube Setkab
Jakarta -

Perekonomian Indonesia ke depan diproyeksi masih akan menemui tantangan yang berat. Karena itu, pemerintah diminta untuk merumuskan desain asumsi kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal dengan tepat dan akurat.

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengatakan pembangunan Ibukota Negara (IKN) belum dibutuhkan saat ini. Apalagi masih dalam kondisi pandemi dan perekonomian yang masih penuh tantangan.

"Saya juga menyoroti pembangunan Ibukota Negara (IKN). Hemat saya selesaikan lebih dulu payung hukumnya. Belum ada Omnibus Law tentang IKN. Padahal ini payung hukum yang dibutuhkan untuk IKN agar tidak menjadi masalah masalah hukum dan keuangan dikemudian hari," kata dia dalam keterangannya, Selasa (27/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Said menjelaskan dengan risiko kredit yang tinggi, pemerintah harus memprioritaskan pembangunan infrastruktur yang mendorong kebangkitan ekonomi pada tahun 2022. Pemerintah harus mengupayakan exit strategi terhadap infrastruktur yang idle dan rendah visibilitasnya agar memiliki nilai tambah ekonomi agar tidak menjadi beban.

Beberapa contohnya seperti bandara Kertajati, Kereta bandara Soekarno-Tatta, termasuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung harus benar-benar dievaluasi dengan akurat, mumpung proyek ini belum paripurna.

ADVERTISEMENT

Pemerintah juga diminta untuk mengetatkan kembali dengan program refocusing anggaran dengan lebih teliti menyisir pos-pos anggaran yang kurang bermanfaat.

"Seperti biaya pembuatan rekomendasi kebijakan tahun ini sebesar Rp 12,3 triliun, Informasi dan komunikasi publik hingga mencapai Rp 8,7 triliun. Alokasi yang sungguh tidak masuk akal," tuturnya.

Menurut dia dibutuhkan langkah taktis agar ekonomi bisa segera berputar. "Di sisi lain keuangan negara juga harus aman dan dapat meningkatkan confident level pasar. Saya mengharapkan kebijakan harus diarahkan agar perekonomian bisa kembali bangkit dan pulih," ujarnya.

Dia menyebut sesuai UU nomor 2 tahun 2020 tentang Perppu nomor 1 tahun 2020 pemerintah punya 3 tahun anggaran untuk membuka defisit APBN lebih dari 3% PDB. Tahun depan merupakan waktu terakhir untuk pemerintah memanfaatkan kebijakan pelebaran defisit.

Artinya pada tahun 2023 defisit APBN akan kembali mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 yakni tidak lebih dari 3%. "Ini kesempatan terakhir bagi pemerintah untuk "memompa" belanjanya agar menyumbang lebih besar kue pertumbuhan ekonomi berkualitas secara berkelanjutan," ujarnya.

Said menyebut upaya percepatan pemulihan ekonomi memang tidak mudah, dibutuhkan usaha ekstra keras dari pemerintah. Selain itu pemerintah juga harus waspada dengan kasus yang terjadi di India yang menjadi penyumbang gelombang kedua kasus COVID-19 secara global.

"Fenomena serupa saya jumpai di Indonesia. Seiring makin tingginya mobilitas warga, disiplin protokol kesehatan mulai menurun," jelasnya. Padahal vaksinasi bukan berarti kebal, karena itu dibutuhkan edukasi dan penegakkan disiplin protokol kesehatan yang masif. "Kita jangan lengah meskipun tren kasus COVID-19 di Indonesia terus menurun, namun jumlah kematian harian masih di atas 2,7%, padahal standar WHO di bawah 2%," jelasnya.

Said mengatakan juga dibutuhkan intervensi khusus terhadap penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran dengan perencanaan yang akurat, efektif dalam implementasinya. Kemudian ada juga masalah pada pembangunan infrastruktur yang menjadi beban keuangan operator.

Politisi Senior PDIP ini menyakini jika program perbaikan kinerja ekonomi dilaksanakan sebagai program prioritas dalam kebijakan fiskal tahun 2022, maka akan berdampak pada membaiknya indikator makro ekonomi nasional.

Hal ini pada gilirannya mendorong sektor riil kembali bergerak, mendorong investasi serta menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, Said memperkirakan indikator makro ekonomi nasional pada tahun 2022 akan berada pasa kisaran sebagai berikut:

Pertumbuhan ekonomi 2022 berada pada kisaran 5,0-5,5% dengan asumsi baseline 2021 tercapai > 4% tengah tekanan akibat pandemi COVID-19.

(kil/fdl)

Hide Ads