Dia juga menilai bahwa anggaran untuk program bantuan sosial termasuk yang dialokasikan dalam program pemulihan ekonomi (PEN) bisa-bisa dikorbankan untuk mendanai pembangunan IKN.
"Kita nggak tahu ini nanti seberapa besar perubahannya di 2022-2023, kan belum ada sumber dananya disebutkan di APBN berapa PEN itu, ya mungkin persiapannya hanya baru berapa triliun ya, tapi saya kira kalau undang-undang (IKN) ditetapkan pasti akan ada perubahan besar di skenario anggarannya," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tauhid juga menilai ada beberapa faktor yang dapat membuat porsi APBN dalam pembangunan IKN membengkak.
Setidaknya alternatif pembiayaan IKN bersumber dari APBN, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), BUMN, serta pendanaan swasta.
"Yang benar-benar riil tidak turut campur tangan (APBN) adalah swasta, sementara BUMN dan KPBU itu masih ada turut andil pemerintah. Nah khawatir bahwa sebenarnya mayoritas nanti di kemudian hari anggaran pembangunan ibu kota baru itu adalah sumbernya dari APBN," tuturnya.
Lebih lanjut, porsi swasta dalam pendanaan APBN pun bisa jadi sangat kecil karena proyek tersebut dianggap tidak terlalu menguntungkan. Sebab, IKN sebagai pusat pemerintahan memiliki fungsi ekonomi yang relatif kecil.
"Ketika fungsi ekonomi kecil, multiplier ekonominya kecil. Kalau multiplier ekonomi kecil umumnya multiplier ke finansialnya juga relatif lama. Akhirnya swasta akan hitung-hitung, agak lama jauh dari perkiraan pemerintah, bahwa balik modalnya itu jauh lebih lama. Saya kira swasta akan menjadi kurang tertarik," paparnya.
Industri yang berada di sana juga menurutnya kurang menarik khususnya untuk industri padat karya lantaran upah buruhnya sudah kemahalan. Jika peran swasta kecil untuk mendanai IKN maka kebutuhan APBN akan meningkat.
"Saya kira itu menjadi masalah di kemudian hari sehingga lagi-lagi pemerintah akan menjadi off taker seluruh pembiayaan, jadi pengaman," tambahnya.
(toy/eds)