Sengketa tanah bermunculan seiring dengan rencana ibu kota negara (IKN) baru yang mau pindah ke Kalimantan Timur. Fenomena ini terjadi di Sepaku, Penajam Paser Utara, yang digadang-gadang bakal jadi area ibu kota baru.
Sekretaris Kecamatan Sepaku Adi Kustaman menuturkan ada kisah sengketa tanah yang terjadi di bekas tanah milik transmigran dari Jawa. Ceritanya begini, ada sebidang tanah yang ditinggalkan oleh penduduk transmigran asal Jawa awalnya ditinggalkan pemiliknya sejak lama.
Tanah itu ditinggal karena pemiliknya yang lama tak betah di tanah rantau, dia menerima sebuah penawaran untuk menukar sertifikat tanahnya dengan tiket pulang ke Pulau Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contoh kecil kemarin baru terjadi di tanah bekas transmigrasi. Ada dulu kan 70-an itu transmigrasi kan di sini banyak, ada yang tidak betah di sini, dia itu rela aja pulang ke Jawa tapi sertifikat diserahkan diganti tiket. Mungkin dia mikirnya, saya bisa pulang kampung lah," kisah Adi kepada detikcom, Selasa (18/1/2022).
Seiring dengan wacana ibu kota baru, keluarga pemilik tanah yang ditinggalkan itu kembali mendatangi Sepaku untuk mengklaim tanahnya. Keluarga ex transmigran itu mencari sertifikat tanah yang sudah ditukar dengan tiket pulang ke Jawa tadi.
Padahal saat itu sertifikat tanahnya sudah diberikan ke orang lain, bahkan tanpa ada transaksi yang jelas pencatatannya. Kini tanahnya pun jadi sengketa.
"Nah belakangan setelah ramai IKN, anaknya dia itu datang lagi kemari, nyariin itu sertifikatnya, mau diklaim tanahnya. Lah dulu juga transaksi dilakukan tidak sebagaimana mestinya, tanpa PPAT dan sebagainya. Begini ya susah," papar Adi.
Tidak sampai di situ saja, masalah pertanahan juga terjadi di tengah banyaknya tawaran pembelian tanah. Ada satu cerita masyarakat yang menjual tanahnya ke seseorang. Bidang tanah itu disepakati dibeli dengan harga Rp 500 juta. Pembeli juga sudah membayar uang muka Rp 50 juta.
Sialnya, tahu-tahu tanah itu tidak diteruskan pembayarannya sampai sekarang oleh si pembeli. Si pemilik tanah pun bingung, mau menjual tanahnya ke orang lain namun takut si pembeli itu kembali meneruskan pembayaran tanahnya. Tapi kalau menunggu dengan tidak pasti pun si pemilik tak mendapatkan uangnya.
"Misalkan gini ada orang sudah oke sepakat mau jual tanah, baru di-DP Rp 50 juta. Tempo sebulan dua bulan tiga bulan, kok nggak ada kepastian dari pembelinya. Nih surat perjanjian sudah dipegang, harga dikunci Rp 500 juta, mau dijual lagi takut dia," cerita Adi.
(hal/dna)