Para ekonom mengkritisi pemerintah dalam membangun Nusantara, ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim). Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang IKN pun telah disahkan untuk menjadi UU di Rapat Paripurna hari ini (18/1).
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy mengkritisi langkah pemerintah mendirikan ibu kota negara di Kaltim karena porsi APBN di dalamnya bertambah besar. Padahal menurutnya anggaran negara bisa dialokasikan untuk program prioritas lainnya seperti perlindungan sosial.
"Saya kira memang itu poin kritisnya karena seharusnya itu bisa disalurkan ke pos-pos lain yang sifatnya relatif lebih penting dan bisa memberikan efek multiplier kepada perekonomian secara lebih langsung seperti misalnya anggaran untuk perlindungan sosial," katanya kepada detikcom, Selasa (18/1/2022).
Menurutnya anggaran perlindungan sosial tahun ini berpotensi lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Dia berpendapat hal itu tidak terlepas dari ambisi pemerintah membangun IKN.
"Padahal di sisi lain kita tahu ada target-target seperti sosial ekonomi yang harus dicapai oleh pemerintah seperti misalnya penurunan tingkat kemiskinan, pengangguran, ini kan tidak selaras ya. Artinya target sosial ekonominya mau dicapai tapi anggaran perlindungan sosialnya mau dikurangi. Saya kira ini tidak terlepas juga dari anggaran untuk IKN karena harusnya bisa dialihkan untuk pos belanja yang relatif lebih urgent untuk saat ini," jelasnya.
Lanjut Rendy, sebenarnya dia tak mempersoalkan pemerintah membangun ibu kota baru Indonesia. Tapi hal itu jangan sampai mengorbankan program-program yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat.
"Artinya (anggarannya) setidaknya sama atau mungkin lebih tinggi di tahun ini. Tapi kan posisinya kejadiannya tidak seperti itu. Artinya ada anggaran IKN kemudian di saat yang bersamaan anggaran untuk sosial ekonomi berkurang. Jadi kalau saya sebenarnya nggak masalah kalau pemerintah mau tetap menjalankan IKN tetapi dana perlindungan sosialnya tidak boleh terlupakan, jangan dikorbankan," tambah Rendy.
(toy/eds)