Pemerintah Indonesia semakin serius membangun proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru. Pembangunan ibu kota baru direncanakan menggunakan APBN.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan dalam segi perekonomian, sumbangsih IKN baru terhadap pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 0,02%. Artinya tidak terlalu berdampak pada perekonomian nasional saat pemulihan ekonomi.
Menurutnya, konsep pemindahan IKN baru ini hanya seperti pembangunan kota biasa. Apa lagi tingkat pertumbuhan penduduk diprediksi masih lebih besar di Pulau Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ekonomi kita ini 58% tumbuh karena konsumsi, konsumsi ini ekuivalen dengan jumlah penduduk, Sedangkan urbanisasi diprediksi akan makin besar di pulau Jawa. Konsepnya Kalimantan ini dibangun pemerintahan bukan pindah ekonomi," ujarnya kepada detikcom, Senin (24/1/2022).
Ia mengatakan, jika ingin membangun perekonomian, maka bukan dengan pemindahan IKN melainkan meningkatkan industri dan infrastruktur di Kalimantan.
Proyek ibu kota baru ini juga bukan termasuk solusi dalam membangun pertumbuhan ekonomi yang masih akan 'sakit' akibat pandemi dan ancaman Omicron. Selain ancaman Omicron, Indonesia juga dihadapkan dengan ancaman inflasi.
Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dari beragam studi, efek pembangunan IKN terhadap ekonomi sangat kecil di bawah 1% ke PDB. Menurutnya, jika tujuannya menyerap tenaga kerja bukan dengan membangun IKN sekarang.
"Lebih baik berikan insentif ke usaha UMKM secara lebih masif. 97% serapan tenaga kerja nasional ada di UMKM, bukan lewat pembangunan IKN. Lagi pula tenaga kerja yang diserap diperkirakan dominan datang dari pulau Jawa juga, bukan tenaga kerja di wilayah IKN," ucapnya.
Ia mengingatkan pemerintah jangan sampai proyek ibu kota baru malah menambah beban utang negara. Bhima juga menegaskan agar proyek ini ditunda terlebih dahulu dengan alasan defisit negara harus ditekan di bawah 3%.
"Pemerintah perlu juga pastikan bahwa utang di APBN tidak meningkat signifikan akibat kesalahan alokasi anggaran di IKN. Sekarang defisit APBN harus ditekan di bawah 3% tapi belanjanya boros untuk hal yang tidak berkaitan dengan pemulihan ekonomi. Ini jelas aneh," imbuhnya.
(ara/ara)