Industri Properti China Lagi Krisis, Ini Buktinya

ADVERTISEMENT

Industri Properti China Lagi Krisis, Ini Buktinya

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 05 Jul 2022 08:34 WIB
Business woman holding stack of 100 yuan banknotes money. Chinese yuan currency
Foto: iStock
Jakarta -

Industri properti di China telah mengalami krisis sejak tahun 2020. Pemerintah China telah banyak melakukan upaya agar sejumlah pengembang properti China bisa mengendalikan utang dan menekan harga rumah.

Masalah industri properti China telah diperburuk oleh kebijakan nol-COVID negara itu dan ekonomi yang melambat. Kebijakan itu pun memukul aktivitas bisnis.

Mengutip dari CNN, Selasa (5/7/2022) krisis properti China menimpa sejumlah emiten teratas negara itu, di antaranya Evergrande, Kaisa Group dan Sunac China. Mereka telah gagal membayar obligasi luar negeri.

Bahkan Evergrande menjadi perusahaan properti paling banyak utang di dunia. Dalam catatan detikcom, hingga saat ini Evergrande belum juga melunasi utangnya. Perusahaan itu sampai meminta kepada kreditur untuk memberikan lebih banyak waktu agar perusahaan dapat mengerjakan rencana restrukturisasi.

Selain tiga perusahaan itu, yang terbaru telah menyatakan gagal bayar utang luar negerinya Shimao Group. Perusahaan yang berbasis di Shanghai gagal membayar bunga dan pokok obligasi US$ 1 miliar atau setara Rp 14,9 triliun (kurs Rp 14.900/US$).

Utang itu sudah jatuh tempo pada hari Minggu (3/7), menurut sebuah perusahaan yang mengajukan ke bursa saham Hong Kong. Obligasi tersebut tidak memiliki masa tenggang untuk prinsipal, menurut dokumen penawarannya.

Gagal bayar obligasi ini menjadi yang pertama dialami perusahaan. Penyebab dari gagal bayar ini karena perusahaan mengalami krisis keuangan.

Menurut perkiraan perusahaan analisis keuangan Moody's awal tahun ini, Shimao Group memiliki sejumlah besar utang yang jatuh tempo pada 2022, termasuk obligasi senilai US$ 1,7 miliar yang dipegang oleh investor internasional, obligasi senilai 8,9 miliar yuan (US$ 1,4 miliar) yang dipegang oleh investor China, dan pinjaman bank luar negeri lainnya.

Dalam rilis perusahaan, gagal bayar utang ini disebabkan karena krisis keuangan yang dialami perusahaan. Pada bulan Maret, perusahaan melaporkan laba bersih 2021 telah anjlok sekitar 62% dari tahun sebelumnya. Hal itu dialami karena industri di China dipukul oleh pandemi COVID-19.

"Grup mengalami penurunan penjualan yang terkontraksi dalam beberapa bulan terakhir, yang diperkirakan akan terus berlanjut. dalam waktu dekat sampai sektor properti di China stabil," kata Shimao dalam pengajuan pada hari Minggu.

Terkait solusi dari utang yang telah jatuh tempo, perusahaan mengaku telah berusaha untuk mengajukan damai dengan kreditur atas kegagalannya. Dengan tidak adanya kesepakatan, kreditur dapat memaksa perusahaan untuk mempercepat pembayaran.

Shimao sendiri didirikan oleh pengusaha Hui Wing Mau pada tahun 2001. Perusahaan itu mengembangkan proyek perumahan dan hotel skala besar di China. Perusahaan ini memiliki Shanghai Shimao International Plaza, salah satu gedung pencakar langit tertinggi yang terletak di jantung kota Shanghai.



Simak Video "Awal Mula Patricia Gouw Investasi di KSP Indosurya hingga Rugi Rp 2 M"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT