Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyampaikan jika memiliki rumah akan semakin sulit. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga lahan, bahan baku sampai ancaman tingginya suku bunga yang akan mempengaruhi bunga acuan dan bunga kredit di perbankan.
Menanggapi hal tersebut, beberapa generasi milenial menyampaikan curhatan terkait kesulitan mereka memiliki hunian. Salah satunya Diana (32), warga Depok ini mengaku memang sulit untuk memiliki rumah sendiri.
Kini dia dan suaminya mau tidak mau tinggal dengan orang tuanya. Hal ini karena mereka sedang berusaha untuk menabung uang muka rumah idaman mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukannya nggak mau punya rumah, tapi memang rasanya uang nggak cukup untuk beli baik kredit apalagi cash. Ini lagi coba nabung DP, tapi kayaknya ketika DP sudah terkumpul, harganya sudah makin naik. Tapi saya usaha dulu lah untuk nabung," kata dia kepada detikcom, Sabtu (9/7/2022).
Selain itu bunga yang tinggi juga membuat cicilan akan terasa semakin berat. Apalagi untuk KPR dengan skema fix dan floating rate. "Biasanya ditawarkan KPR fix 2 tahun, ya setelahnya ikutin harga pasar. Pernah ditawari juga syariah, kayaknya enak sampai lunas cicilan tetap segitu aja kan, tapi ya gede banget cicilannya," tambah dia.
Dia menyebutkan, dirinya sempat mencari rumah subsidi pemerintah. Namun, daerah rumah subsidi tersebut terlalu jauh dari tempat kerja.
Lalu rumah subsidi untuk kualitas bangunannya dirasa tidak terlalu bagus dibandingkan rumah komersil. Selain itu, ketika membeli rumah subsidi juga banyak yang harus dikerjakan. Mulai dari menutup dapur belakang, bor sumur air sampai melakukan renovasi rumah.
"Padahal kita kalau beli rumah subsidi mau bisa langsung ditempati, untuk renovasi saja pasti butuh puluhan juta. Sedangkan uang tabungan nggak sampai segitu. Jadi sebenarnya sama-sama berat," jelas dia.
Senada dengan Diana, Rio (31) juga saat ini masih tinggal di rumah kontrakan bersama istrinya. Dia mengaku jika memang tak bisa membeli rumah karena gaji yang didapatkan dan harga cicilan rumah tak seimbang.
"Keinginan punya rumah selalu ada, tapi ketika kami mengajukan selalu ditolak bank karena penghasilan tidak sesuai dengan ketentuan. Jadi mau nggak mau kami ngontrak saja dulu," jelas dia.
Memang dalam aturan KPR biasanya ditentukan cicilan KPR berasal dari sepertiga penghasilan tetap setiap bulannya atau sekitar 30%-33%. Itu adalah maksimal.
Jadi misalnya membeli rumah dengan cicilan Rp 3 juta per bulan. Maka penghasilan harus mencapai Rp 9 juta - Rp 10 juta per bulan.
Pendapatan Rio saat ini hanya berada di kisaran Rp 5 jutaan per bulan. Sehingga dia tak mampu untuk memenuhi kebutuhan cicilan dari bank.
"Pernah coba untuk ambil rumah subsidi, lokasinya terlalu jauh dari tempat kerja saya. Jika dihitung biaya transport per hari justru malah membengkak tiga kali lipat. Jadi sabar dan coba ngontrak dulu saja, sampai benar-benar ada yang cocok," jelas dia.
Kemudian ada juga Iwan (33) yang saat ini masih tinggal dengan orang tuanya di Depok. Keinginan untuk membeli rumah sendiri harus dikubur.
Karena dia harus membiayai kebutuhan orang tua dan adiknya. Serta anak dan istrinya.
"Gen sandwich lah, setiap bulan gaji kayaknya cuma lewat he he he," ujarnya berseloroh. Sekarang dia juga menempati sebuah petakan di daerah Jagakarsa.
(kil/eds)