Harga komoditas tercatat mengalami kenaikan. Hal ini disebut-sebut akan turut mengerek harga rumah.
Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Mochamad Yut Penta mengungkapkan ada korelasi antara kenaikan harga komoditas dan kenaikan harga dari rumah tersebut.
Dia mencontohkan pada 2012-2013. Pada saat itu, harga komoditas yang sedang tinggi-tingginya ialah sawit dan batu bara.
"Booming ini merupakan ekonomi lanjutan yang mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat yang berada di sekitar wilayah tersebut," ujar Penta, Kamis (6/10/2022).
Penta mengingatkan kenaikan harga rumah pada 2023 tidak akan setinggi di tahun ini. "Memang akan sampai 2022 itu harga itu tambang juga akan tinggi dan akan menurun di 2023, sehingga pertumbuhannnya tidak akan setinggi tahun ini," tambah Penta.
"Selain menumbuhkan pertumbuhan ekonomi, ini juga diharapkan bisa menjaga momentum dari itu tadi (boom comodity). Karena sektor perumahan punya multiplier effect yang cukup besar, diharapkan bisa lebih dimanfaatkan lebih baik dan seoptimal mungkin," katanya.
Kemudian, lebih lanjut booming harga komoditas ini juga berpengaruh pada pertumbuhan kredit perbankan di BTN. Hal ini mempengaruhi KPR nonsubsidi secara signifikan sehingga sangat berhubungan.
Penta kemudian juga mengungkapkan, BTN juga mempunyai cita-cita untuk menuntaskan backlog atau masalah kepemilikan rumah yang mana akan menuju zero backlog pada 2045. "Jadi kenapa di tahun 2045, harapannya di 100 tahun kemerdekaan Indonesia, kita bisa menuntaskan dan tidak ada masyarakat yang backlog lagi, selain itu dana APBN yang diberikan oleh pemerintah itu bisa mencapai 0 triliun," ungkapnya.
Bunga Acuan Disebut Bakal Naik Lagi
Bank Indonesia (BI) telah menaikkan bunga acuan sebesar 50 bps pada September 2022 menjadi 4,25%. Kalangan bankir menyebut jika BI akan kembali menaikkan bunga acuan 25 bps menjadi 4,5% hingga akhir 2022.
"Suku bunga acuan diperkirakan akan naik lagi minimal 25 bps jadi 4,5%," kata dia.
Dia menyebutkan saat ini pertumbuhan ekonomi di sektor perumahan juga mengalami fluktuasi, termasuk properti. Untuk jumlah keseluruhan atau demand KPR, Penta mengatakan baik subsidi maupun nonsubsidi masih tinggi. Diperkirakan KPR dapat tumbuh 12,5% pada 2022 untuk kemudian meningkat menjadi 13,5% pada 2023.
"Sementara untuk demand KPR subsidi maupun non subsidi diperkirakan masih cukup tinggi yaitu sebesar 12,5% di 2022 dan meningkat 13,5% di 2023. Sementara dari sisi supply nya yaitu untuk kredit ke sektor real estate diperkirakan tumbuh sebesar 8% di tahun 2022 dan 9% di tahun 2023," jelas Penta.
(kil/ara)