Pejuang KPR Jangan Kaget Ya, Cicilan Rumah Bakal Tambah Bengkak!

Pejuang KPR Jangan Kaget Ya, Cicilan Rumah Bakal Tambah Bengkak!

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Minggu, 23 Okt 2022 06:30 WIB
KPR
Foto: Tim Infografis: Luthfy Syahban
Jakarta -

Bank Indonesia (BI) baru saja mengerek suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DDR) menjadi 4,75%. Imbasnya diyakini akan berujung pada peningkatan bunga kredit dan membuat cicilan membengkak. Tentunya, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga termasuk di dalamnya.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan setelah BI menaikkan suku bunganya, maka bank-bank juga akan segera menaikkan bunga KPR.

"Yang naik lebih duluan biasanya adalah suku bunga kredit dari bank tersebut, baru kemudian suku bunga simpanan. Suku bunga simpanan biasanya kenaikannya lambat ya. Biasanya lebih sensitif itu adalah suku bunga kredit nya supaya untuk menjaga tingkat profitabilitas, bank juga menjaga tingkat keuntungannya," terang Faisal kepada detikcom, Sabtu (22/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisal mengatakan, tendensinya bank-bank yang paling cepat mengikuti jejak BI ialah bank-bank kecil. Sementara, untuk bank-bank besar seperti Bank Himbara (Bank Mandiri, BNI, dan BTN) relatif lebih lambat penyesuaiannya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies CELIOS Bhima Yudhistira menjelaskan, kenaikan bunga KPR juga ditentukan oleh tingkat risiko dari masing-masing perbankan dan kondisi likuiditas perbankan yang berbeda-beda. Ia memproyeksikan, dalam 9 bulan ke depan kenaikannya berkisar di 1-2%.

ADVERTISEMENT

"Jadi ada beberapa bank yang modalnya jauh lebih kecil, mungkin akan lebih cepat menyesuaikan kenaikan suku bunga KPR. Jadi proses transmisi antara suku bunga acuan bunga KPR bisa memakan waktu dua hingga tiga bulan, tapi bagi bank-bank tertentu yang faktornya lebih tinggi akan terjadi percepatan transmisi ke suku bunga KPR yang jauh lebih tinggi," terang Bhima.

Apabila bunga KPR naik, menurut Bhima, ada beberapa sikap yang akan dilakukan masyarakat. Mulai dari mempertimbangkan model cicilan KPR syariah yang bunga floatingnya relatif lebih rendah, hingga yang terburuk, menunda atau tidak mengajukan KPR pada tahun ini dan tahun depan karena khawatir dengan besaran cicilan dan bunganya.

"Itu efeknya nanti dan ini tentunya akan sangat berdampak terutama ke sektor properti khususnya properti menengah karena properti menengah ini relatif Lebih sensitif terhadap pergerakan suku bunga," tandasnya.

Lantas, dengan kondisi ini apakah masih memungkinkan ambil KPR? baca halaman berikutnya

Masih Oke Buat Ambil KPR?

Menurut Perencana Keuangan dari Tatadana Consulting, Tejasari Assad, untuk masyarakat yang baru mau mengambil KPR, penting untuk mempertimbangkan penawaran dari bank, seperti diskon dan fixed rate atau harga tetap dalam beberapa tahun.

"Karena bank suka kasih penawaran, fixed rate 2 tahun atau 3 tahun pertama, kasih discount ya kan. Jadi mungkin kita bisa mempertimbangkan penawaran bank dulu. Karena mungkin 2-3 tahun pertama ini bisa mendapat fixed rate yang lumayan murah. Nanti setelah 3 tahun atau 5 tahun kondisinya berubah, sudah mulai agak stabil (bunganya)," kata Teja kepada detikcom, Sabtu (22/10/2022).

Sementara untuk masyarakat yang tidak mendapatkan fix rate dan membayar dengan skema bunga floating, menurutnya penting untuk menyesuaikan jangka waktu cicilan dengan penghasilan dan kemampuan debitur.

"Disesuaikan aja dengan kondisi sekarang. Misalnya, jangka waktunya dipanjangi atau kondisi mengurangi budget yang lain untuk bisa melunasi KPR kita. Supaya tidak mengurangi budget yang lain, jangka panjang dulu," kata Teja.

"Ketika kondisi sudah memungkinkan, cicilannya mungkin bunganya udah turun lagi atau gaji kita udah naik, baru kita bisa menyesuaikan jangka waktunya," lanjutnya.

Yang Sudah Ambil KPR, Harus Apa?

Pakar Perencana Keuangan Andy Nugroho mengatakan, masyarakat yang telah ambil KPR dengan sistem floating atau mengambang pasti akan membayar cicilan yang lebih tinggi karena kenaikan suku bunga acuan. Oleh karena itu, mereka perlu membuat skala prioritas pengeluaran, dalam hal ini KPR masuk prioritas.

"Jadi, demi kita harus membayar dengan lebih banyak (ke KPR), makanya ada pos pengeluaran lainnya yang harus kita kurangi ataupun kita sisihkan. Apa itu? Nah biasanya adalah semua pengeluaran yang bersifat luxurious, yang bersifat senang-senang. Contohnya misalnya tidak membeli barang-barang yang memang tidak terlalu kita perlukan," jelas Andy kepada detikcom, Sabtu (22/10/2022).

Ia menyoroti pengeluaran seperti jajan dan ngopi yang bisa menjadi salah satu aktivitas yang kita batasi. Apabila kita tidak ingin dana 'senang-senang' dipangkas, mau tidak mau kita perlu mencari penghasilan tambahan. Yang terpenting ialah, kewajiban membayar KPR dapat tetap terpenuhi.

"Mau tidak mau seperti itu, kita membayar KPR bisa tetap berjalan. Sementara juga kita masih bisa untuk jajan dananya tetap utuh, ataupun sama seperti semula," kata Andy.

Saksikan juga Sosok minggu ini: Melia Lustojoputro, Gelorakan Musik Ramah Anak

[Gambas:Video 20detik]



Nasabah 'Ketakutan' Bunga KPR Mau Naik

Salah seorang konsumen KPR, Rahman, mengaku was-was ketika mendengar kabar tersebut. Apalagi, berdasarkan pengalamannya, setiap BI menaikkan suku bunga, bunga KPR-nya pasti ikut naik hingga membebani cicilannya.

"Kalau bunga acuan BI naik, biasanya udah pasti bunga KPR ikut naik. itu udah pengalaman deh. Pasti cicilan tambah berat," kata Rahman kepada detikcom, Sabtu (22/10/2022).

"Dari kenaikan kemarin yang pertama kali suku bunga naik, sebagai nasabah gue pasti was-was. Takut cicilan tambah tinggi," sambungnya.

Sejak mengajukan cicilan komersil di 2018 silam, Rahman telah alami sebanyak dua kali kenaikan bunga kredit. Di mana, cicilannya itu mulai masuk bunga floating sekitar tahun 2021.

"Sayaudah 2 kali naik bunga. Flat 2 tahun pertama, itu bunganya 8,88%. Setelah flat selesai, nggak lama langsung naik jadi 9,88% naik 1%. Trus awal tahun ini (belum lama kayaknya) udah naik 1% lagi jadi 10,88%," terang Rahman.

Oleh sebab itu, Rahman memutuskan untuk take over KPR-nya ke bank lain yang bunganya dirasa lebih ringan. Pertimbangannya, melihat efek jangka panjang serta tanggungan cicilan lainnya. Apalagi, ia mengambil jangka waktu cicilan 20 tahun dari KPR Bank BTN.

Begitu pula dengan Anita, salah seorang konsumen KPR Bank CIMB Niaga. Ia mengaku tengah mengajukan take over ke skema KPR Syariah. Menurutnya, bunga floatingnya relatif lebih rendah dibanding dengan bunga KPR yang tengah ia ambil.

"Cuma ini aku juga lagi mempertimbangkan buat ambil KPR syariah jadinya. Kalau KPR syariah kan nggak terlalu floating ya suku bunganya. Untuk ke depannya juga biar nggak terpengaruh suku bunga floating," kata Anita.

Di sisi lain, Anita mengaku, belum pernah terkena imbas kenaikan suku bunga lantaran masa fixed rate-nya masih berjalan. Di mana, KPR yang saat ini ia ambil memiliki fixed rate berjangka 5 tahun. Meski demikian, menurutnya, pindah ke skema dengan bunga yang relatif rendah akan lebih aman untuknya.

"Cuma mikir buat jangka panjang juga. Soalnya kalo ngambil fixed 5 tahun, terus 5 tahunnya lagi floating agak sayang," jelasnya.

Saksikan juga Sosok minggu ini: Melia Lustojoputro, Gelorakan Musik Ramah Anak

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads