Jakarta -
Pengembang masih optimistis tahun depan industri properti akan semakin tumbuh. Hal itu meski masih banyak kendala dan tantangan yang dihadapi.
Sejumlah kendala dan hambatan yang dihadapi di antaranya tingginya tingkat inflasi, naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI-7 Day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR), ancaman resesi tahun 2023, dan masuknya tahun politik.
"Kenaikan suku bunga acuan sampai saat ini belum mempengaruhi ke suku bunga KPR karena untuk menaikkan, perbankan melihat dari banyak faktor," ujar Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia, Hari Ganie mengatakan, Hari Ganie dalam keterangan tertulis, Rabu (30/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari Ganie mengungkapkan, pengembang properti tahun depan tetap optimis ekonomi makro Indonesia akan terus bagus. Terlebih lagi, Indonesia memiliki kekhasan, negara kepulauan yang memiliki basis ekonomi yang berbeda.
"Pengembang properti akan terus melakukan inovasi terhadap banyak hal untuk menggaet pembeli, seperti konsep perumahan, desain, dan fasilitas," ucap Hari Ganie.
Lebih lanjut Hari Ganie mengatakan, REI akan terus mendorong pemerintah agar kembali memberikan berbagai stimulus untuk mendorong industri properti di tengah semakin banyaknya tekanan. Seperti pemberian kembali insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% yang terbukti efektif meningkatkan daya beli masyarakat.
Sementara itu, Managing Director Synthesis Huis Aldo Daniel juga mengungkapkan pihaknya tidak terlalu khawatir kenaikan suku bunga KPR akan mengganggu minat pembeli proyeknya. Hal itu disebabkan mayoritas pembeli atau di proyek hunian tersebut adalah end user dan pembeli rumah pertama (first home buyers). Kelompok di pasar ini biasanya membeli rumah karena kebutuhan.
"Rumah adalah kebutuhan. Setiap saat ada orang yang menikah dan mereka pasti membutuhkan rumah untuk keluarganya. Jadi kami yakin pasar residensial tetap bergerak meskipun bunga KPR naik," jelasnya.
Selain itu, Synthesis Huis menargetkan segmen kelas menengah atas dengan harga jual mulai Rp 1 miliar per unit sehingga mayoritas pembeli atau sekitar 60% membeli secara tunai bertahap serta sisanya tunai dan KPR. Pengembang juga selalu aktif melakukan promo termasuk subsidi bunga.
"Memang untuk produk Synthesis Huis ini pasarnya premium, sehingga tidak terlalu banyak terpengaruh dengan bunga KPR atau resesi, karena mayoritas pembeli di segmen ini sudah siap dengan pendanaan," jelas Aldo
Aldo juga mengatakan bank-bank saat ini gencar memberikan promo berupa suku bunga rendah yang berlaku flat (fixed) selama 1-3 tahun atau sampai ekonomi membaik. Synthesis Huis sedang fokus melakukan pengerjaan konstruksi rumah untuk memenuhi serah terima unit secara tepat waktu.
Selain pengembang properti, pihak perbankan juga optimis tahun depan penyaluran KPR akan terus naik. Group Head Consumer Financing Bank Syariah Indonesia (BSI) Praka Mulia Agung mengatakan tahun 2022 pertumbuhan penyaluran KPR BSI sebesar 14% dan tahun 2023 mendatang ditargetkan tumbuh 16-18%.
"Jika melihat ke belakang, sektor properti tahan tekanan dan terus tumbuh, bahkan saat puncak pandemi Covid-19. Di masa sulit ada peluang. Harapan itu ada dan kami yakin pemerintah akan terus terus menjaga perekonomian tetap tumbuh," ujar Praka.
Praka juga menambahkan bahwa potensi kredit perumahan syariah masih sangat besar dan akan semakin digarap oleh BSI.
Praka mengatakan bahwa BSI selama ini banyak membiayai rumah pertama yang dibeli end user seharga di bawah Rp1 miliar di Jabodetabek.
"Kami juga akan menggarap potensi di luar daerah yang sangat besar dengan menawarkan program-program yang menarik. BSI memiliki struktur dana yang baik sehingga bisa kompetitif di pasar," kata Praka.
Di lain sisi, Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division Bank BTN Moh. Yut Penta mengakui bahwa terjadi tekanan terhadap ekonomi nasional sejak pandemi berlangsung. Namun demikian, sektor properti masih tergolong resilient jika dibanding dengan sektor bisnis lain.
Ia menambahkan, pertumbuhan sektor perumahan memang tidak tinggi, tetapi tetap stabil. Jika dilihat dari kelas, pola ini hampir sama dengan sektor lain.
"Pada saat ekonomi turun, kelas menengah dan atas turun paling dalam. Justru kelas menengah ke bawah yang tetap stabil. Hal lain yang membuat pasar perumahan menengah ke bawah tetap stabil adalah tingkat backlog yang lebih banyak di kelas menengah bawah," katanya.
Moh. Yut Penta mengatakan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) lebih resilient karena mereka merupakan pembeli rumah pertama (first home buyer) yang memang butuh rumah untuk tempat tinggal. Dengan demikian demand di kelas ini tetap terjaga.
"Di saat suku bunga naik, Bank BTN melakukan inovasi pada produk KPR non subsidi, seperti menawarkan produk KPR dengan suku bunga tetap (fix rate) mulai 2 hingga 10 tahun. Bank BTN juga melakukan kerja sama dengan pengembang properti untuk menawarkan KPR dengan suku bunga KPR 2,47% fix satu tahun," terangnya.
Selanjutnya, Head of Consumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Ari Indiastomo mengungkapkan Bank BRI melakukan beberapa inovasi di sektor KPR berdasarkan pada kebutuhan konsumen (consumer centric). Salah satunya KPR yang menyasar generasi milenial dengan suku bunga 2,87% fix satu tahun atau 4,97% fix 2 tahun.
"Agar konsumen tertarik, Bank BRI memberikan harga khusus, bunga khusus, dan gimmick khusus," tuturnya.
Ia menyatakan di 2022 ini, realisasi KPR Bank BRI tumbuh 10,5%. Meskipun di tengah masa pandemi, KPR Bank BRI tetap mengalami pertumbuhan. Menurutnya, saat ini KPR didominasi rumah komersial dengan ticket size Rp400 juta - Rp500 juta.
Sementara itu, untuk KPR subsidi mencapai 12%. Realisasi KPR subsidi tumbuh signifikan. Jika di 2021 hanya 11.000 unit, di 2022 ini naik menjadi 20.000 unit.
"Tahun 2023 kami menargetkan penyaluran KPR tumbuh 14%, subsidi dan non subsidi," ujar Ari.
Simak Video "Video Survei Harga Properti Triwulan IV 2024: Penjualan Menurun"
[Gambas:Video 20detik]