Terjebak Proyek Apartemen Mangkrak? Ini yang Harus Dilakukan Konsumen

ADVERTISEMENT

Terjebak Proyek Apartemen Mangkrak? Ini yang Harus Dilakukan Konsumen

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Rabu, 22 Feb 2023 18:15 WIB
Sebuah real estate di China yang dikmbangkan oleh Kiadengbao di kawasan Guilin, Guangxi Zhuang, mangkrak. Namun, sebagian pembeli nekad tetap tinggal.
Ilustrasi apartemen mangkrak (Foto: Reuters)
Jakarta -

Membeli sebuah hunian yang belum dibangun oleh pengembang properti terbilang jauh lebih murah ketimbang membeli yang sudah jadi. Meski demikian, ada resiko besar menanti, salah satunya proyek mangkrak hingga pengembalian dana mandek.

Lalu, apa yang harus dilakukan ketika sudah terjebak membeli hunian yang proyeknya berujung mangkrak?

Pengamat dan Ahli Properti, Steve Sudijanto, mengatakan pada saat konsumen telah terlanjur membeli proyek yang berujung mangkrak, sebaiknya konsumen kembali melihat kembali kontrak perjanjian jual beli dan minta pendapat konsultan hukum.

"Pada saat konsumen terlanjur membeli proyek mangkrak, sebaiknya melakukan tindakan preventif. Me-review kontrak perjanjian jual beli. Minta pendapat konsultan hukum. Saya rasa memperkecil resiko adalah tindakan paling utama," katanya, saat dihubungi detikcom, Rabu (22/2/2023).

Menurutnya, konsultan hukum merupakan sarana yang tepat untuk memberikan saran dan masukan kepada pihak konsumen. Konsultan tersebut diharapkan juga dapat menjalin komunikasi yang baik dengan pihak pengembang demi menghasilkan solusi yang tepat.

"Terburuknya apabila pengembang sudah wanprestasi atau default maka pihak pembeli bisa minta refund melalui konsultan hukum," ujar Steve.

Di sisi lain, Steve menekankan, cara pembatalan pembelian secara refund ini harus berdasarkan pada perjanjian jual beli yang sebelumnya telah ditandatangani di depan notaris. Biasanya dalam kasus refund atau pengembalian dana ini, ada beberapa potongan seperti biaya admin.

"Semua tergantung itikad pihak Pengembang untuk memberikan solusi kepada pihak pembeli yang berniat membatalkan dengan ketentuan yang ada di perjanjian jual beli," kata Steve.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit mengatakan, satu-satunya hal yang bisa dilakukan apabila terlanjur membeli properti yang pembangunannya berujung mangkrak ialah dengan menjualnya.

"Kalau kita sudah kadung beli, nggak ada satu cerita lain kecuali jual," ujarnya, saat dihubungi terpisah.

Menurutnya, kondisi ini merupakan salah satu resiko dari membeli hunian yang sama sekali belum dibangun oleh pihak pengembang alias membeli gambar. Ditambah lagi, hukum di Indonesia kurang memberikan perlindungan kepada para konsumen sehingga belum bisa diandalkan.

"Karena hukum di Indonesia tidak melindungi kepentingan kamu sebagai pembeli. Jadi ketika membeli properti dengan gambar, ya wallahu a'lam. Artinya kamu harus yakin bener kalau pengembang ini untung. Untung yang dimaksud itu sukses proyeknya," kata Panangian.

"Karena begitu dia rugi, nggak sukses penjualannya. Ya kamu pasti dikorbankan. Itulah resiko sebagai pembeli properti di atas gambar," sambungnya.

Panangian pun menyebut kasus Meikarta sebagai salah satu contoh kasus pengembang yang terjebak fenomena gaya hidup modern yang sempat trend pada 2015 silam hingga membuat pengembang membangun banyak hunian vertikal. Di sisi lain masyarakat Indonesia belum siap sepenuhnya untuk tinggal di apartemen.

"Orang pindah ke pusat kota dan mencoba gaya hidup di apartemen, boomingnya pada 2015. Meikarta juga dibangun 2017. Mereka ini semua terjebak pada fenomena gaya hidup modern, sementara masyarakatnya kelihatannya belum siap," katanya.

Akibatnya, jumlah permintaan pun tidak dapat menutupi jumlah unit yang tersedia sehingga para pengembang kesulitan menyelesaikan proyek. Dalam hal ini, menurutnya pengembang belum siap menangani apabila permintaan konsumen tidak sebanyak itu sehingga terjadilah oversupply.

"Developer secara serempak bangun apartemen bahkan bukan hanya di tengah kota seperti Jakarta. Tapi juga bangun di Bekasi, bankan Bogor, Serpong. Jadi kelirunya di situ, pengembang belum siap antisipasi kalau permintaannya belum sebesar itu. Meikarta juga sama. Dia terjebak karena membuat proyeksi ratusan ribu, eh ternyata," terangnya.

Oleh karena itu, menurutnya masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih hunian yang akan dibelinya. Agar lebih aman, ia menyarankan agar membeli rumah yang sudah jadi dan lebih kritis dalam memilih pengembang.

(das/das)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT