Emiten berkode BUMI itu mencatat kerugian sebesar US$ 322 juta pada semester I-2012 dibandingkan keuntungan US$ 232 di tahun lalu pada periode yang sama.
Menurut Analis Panin Sekuritas Fajar Indra, ada beberapa faktor yang disinyalir menyebabkan jatuhnya performa BUMI itu, pertama adalah tergerusnya marjin laba BUMI diakibatkan melonjaknya biaya produksi/ton sebesar 9,2% yang tidak diimbangi oleh naiknya harga jual.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor kedua, kata dia, tingginya beban keuangan yang harus dibayar serta kerugian atas transaksi derivatif. Laporan keuangan BUMI mencatat bahkan jumlah beban keuangan yang harus dibayar lebih tinggi dari laba usahanya sendiri.
"Hal ini tentunya memperlihatkan betapa buruknya solvabilitas BUMI dalam membayar utang-utangnya. Terlebih, media pagi ini merilis bahwa BUMI memperpanjang masa investasi dana senilai US$ 231 juta di PT Recapital Asset Management," ujarnya.
"Dengan kata lain, BUMI gagal mencairkan investasinya untuk melakukan refinancing. Terlebih dalam 2 tahun, BUMI memiliki tanggal jatuh tempo untuk utangnya kepada CIC masing-masing sebesar US$ 600 juta untuk trance kedua dan US$ 700 juta untuk trance berikutnya," tambahnya.
Lantas, apakah BUMI bisa dikategorikan bangkrut secara finansial? Tim Panin Sekuritas menggunakan metode Altman Score untuk menguji solvabilitas keuangan BUMI dari kebangkrutan finansial.
"Kami menggunakan neraca semester I-2012 BUMI sebagai bahan dasar perhitungan. Hasilnya terlihat bahwa koefisien Z BUMI sangat kecil yakni 0,0982 saja. Maka dapat disimpulkan BUMI saat ini berada dalam zona tidak aman atau menuju kebangkrutan finansial," ujarnya.
(ang/dnl)