Menantu dari pendiri Lippo Group Mochtar Riady ini mengatakan, memberi adalah bagian dari hidupnya. Tidak ada waktu-waktu khusus bagi pria kelahiran 1952 ini kapan harus memberi kapan harus menyimpan uangnya.
"Bagi saya gini, menberi sesuatu bukan hal istimewa dan sangat terkecuali. Itu adalah bagian hidup kita, konstruksinya. Itu tidak bisa dipisahkan. Saya tidak mau diilustrasi bahwa jam ini kamu pengusaha, jam ini philantropist. Tidak ada jaminan tidak ada pagi sore, tidak ada musimnya. Itu adalah bagian dari Tahir ini," katanya saat berkunjung ke kantor detikcom di Jakarta, Selasa (28/1/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya nggak bisa bilang lagi senang keluar uang banyak, pas lagi susah jangan dulu memberi. Tidak demikian. Ini tanggung jawab saya. Ini bukan CSR (Corporate Social Responsibility, kalau CSR ditentukan, dibuat satu hukumnya, aturannya. Itu bagian hidup saya. Itu perjalanan hidup. Kapanpun. Nggak bisa dipisahkan. Nggak ada jamnya," tegas Tahir.
Pria yang memiliki yayasan Tahir Foundation ini pun mengatakan, memberi jangan mengharapkan imbalam apapun. Karena berbuat baik menurutnya justru sudah menjadi suatu anugerah yang harus disyukuri
"Kebaikan itu adalah berkah, yang kita syukurin. Sehingga kita merasa tidak kehilangan uang. Kalau kita berbuat baik kepada orang yang mana, mungkin saya tidak dapat balesannya, tapi ke anak saya, ke cucu saya. Kebaikan itu tidak harus dibalas dengan uang," katanya.
Baru-baru ini ia juga bergabung dalam perkumpulan dermawan dunia Giving Pledge. Selain Tahir, ada enam orang lainnya yang juga bergabung yaitu Beth Klarman (Manajer Hedge Fund Massachusetts), Liz dan Eric Lefkosfsky (investor besar yang juga CEO Groupon), Richard Edwin dan Nancy Peery Marriot (Pendiri Hotel Marriot), dan Hansjorg (Bioteknisi di Wyoming).
Ketujuh orang ini bergabung dengan para pendiri dari klub dermawan seperti Bill dan Mellinda Gates, Warren Buffet, Mark Zuckerberg, Vincent Tan dan Yuri Milner.
Giving Pledge adalah klub berisi sekumpulan orang kaya dunia yang rela menyisihkan sebagian sampai seluruh hartanya demi kemanusiaan ketimbang mewariskannya ke anak atau keluarganya.
Ia juga masuk jajaran '48 Pahlawan Filantropis' atau '48 Heroes of Philanthropy' versi majalah Forbes bersama Anne Avantie, Jusuf Kalla, dan Irwan Hidayat.
Tahir yang ayahnya memiliki usaha membuat becak sempat berhenti sekolah medis di Taiwan karena ayahnya sakit. Ia kemudian belajar berbisnis di Singapura, dan memulainya di bank Mayapada.
Istrinya, Rosy merupakan putri taipan dari Mochtar Riady. Tahir menduduki peringkat ke-12 dari 40 orang terkaya se-Indonesia. Harta kekayaan Tahir mencapai US$ 1,8 miliar atau Rp 17,1 triliun.
(zul/ang)