Dari data Bank Mandiri yang dikutip, Rabu (30/4/2014), dari sisi modal, perbankan yang modalnya paling besar di ASEAN berasal dari Singapura yang masuk 3 besar. Bank itu adalah DBS dengan jumlah modal US$ 26,5 miliar, diikuti dengan UOB US$ 19,2 miliar, dan OCBC dengan modal US$ 18 miliar.
Sementara dari sisi kapitalisasi pasar, bank terbesar di ASEAN adalah DBS asal Singapura dengan nilai US$ 33,1 miliar dan diikuti oleh OCBC dengan nilai US$ 27,7 miliar. Sementara dari sisi aset, 3 bank Singapura juga menempati 3 besar di ASEAN, yaitu DBS dengan aset US$ 318,4 miliar, OCBC dengan aset US$ 268,1 miliar, dan UOB dengan aset US$ 225,2 miliar.
"Kalau kita cinta Indonesia, mumpung masih 2020, jangan telat. Kita perkuat perbankan dalam negeri, kita persiapkan dari sekarang," kata Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin kemarin di Jakarta.
Lalu bagaimana dengan posisi bank asal Indonesia di ASEAN?
Pada data tersebut terlihat, ada 3 bank asal Indonesia yang masuk 15 besar di ASEAN. Bank-bank itu adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Central Asia (BCA).
Dari sisi modal, Bank Mandiri nomor 8 di ASEAN dengan modal US$ 7,3 miliar, diikuti BRI di peringkat 10 dengan modal US$ 6,5 miliar, dan BCA di peringkat 13 dengan modal US$ 5,3 miliar.
Sementara dari sisi kapitalisasi pasar, BCA peringkat 6 senilai US$ 19,4 miliar, diikuti Bank Mandiri peringkat 8 senilai US$ 15,1 miliar, kemudian BRI di peringkat 10 dengan nilai US$ 14,7 miliar.
Sisi aset juga begitu, bank-bank Indonesia masih kalah jauh dengan bank dari Singapura.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memperkuat bank dalam negeri adalah dengan konsolidasi, sehingga modal, kapitaslisasi pasar, dan aset perbankan Indonesia bisa kuat. Bila tidak, siap-siap Indonesia bakal jadi pasar bagi perbankan asing yang berasal dari negara tetangga.
Kecenderungan ini sudah terlihat, kredit perbankan di Indonesia sudah dikuasai oleh bank-bank milik asing. Demikian juga dengan dana pihak ketiga (DPK) di Indonesia yang terbanyak terdapat di bank-bank asing.
Ini bisa bahaya. Budi Gunadi Sadikin mengingatkan soal kisah krisis keuangan 2008 yang dipicu oleh kejatuhan Lehmann Brothers. Saat itu banyak dana-dana masyarakat Inggris yang disimpan di Lehmann Brothers. Sehingga mau tidak mau pemerintah Inggris menyuntik Lehman Brothers agar selamat. Tapi masyarakat Inggris yang membayar pajak protes, kenapa harus menyelamatkan bank asal AS.
Kondisi ini bisa terjadi di Indonesia, karena sebagian besar dana masyarakat disimpan di bank-bank milik asing.
Bank di Indonesia saat ini banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan bank-bank di Singapura dan Malaysia. Konsolidasi perlu dilakukan sehingga ada bank yang kuat.
Menurut data Bank Mandiri itu, pada 2013 di Indonesia ada 120 bank, sementara di Singapura hanya 3 bank dan semuanya menjadi raja di ASEAN. Untuk Malaysia, bank di negeri jiran tersebut ada 8 buah.
Belum sampai di situ, penetrasi bank-bank asing di Indonesia saat ini sudah sangat besar. Telrihat dari dominasi cabang bank-bank milik asing di Indonesia saat ini.
Dari data Bank Mandiri, kantor cabang bank-bank milik asing saat ini mencapai 43,4% dari total kantor cabang bank-bank yang beroperasi di Indonesia.
(dnl/ang)