Pemegang KK harus mau mengubah status kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bila mau ekspor konsentrat. Aturan ini harus diikuti semua pemegang KK, tak terkecuali PT Freeport Indonesia.
Baca juga: Freeport Dinilai Tak Bisa ke Arbitrase Karena Wanprestasi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tetapi ia memberi catatan, masyarakat Papua harus merasakan manfaat dari perubahan KK ke IUPK. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017), pemegang IUPK wajib melakukan divestasi saham hingga 51% secara bertahap selama 10 tahun sejak mulai berproduksi.
Jika Freeport setuju menerima IUPK dan melepas 51% sahamnya, Eltinus meminta pemerintah daerah (pemda) Mimika sebagai daerah penghasil tambang diberi jatah. Dengan adanya kepemilikan Pemda Mimika, Tambang Grasberg diyakini dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, merasakan manfaat keberadaan tambang emas dan tembaga.
Kata Eltinus, Jonan sudah setuju, sebagian saham PT Freeport Indonesia akan menjadi milik Pemda Mimika.
"Kami datang menyampaikan ke Menteri, setelah KK diubah menjadi IUPK, apa yang kami miliki nanti? Posisi masyarakat Papua ada di mana? Kalau jadi IUPK divestasi 51%, kami harus memiliki beberapa persen dari situ. Kami sampaikan langsung ke Pak Menteri, Pak Menteri janji di dalam 51% ada sekian persen jadi pemilik hak ulayat," paparnya.
Sejauh ini belum ada pembicaraan soal besarnya kepemilikan saham Pemda Mimika dan bagaimana mekanisme pembeliannya.
"Belum dibicarakan (besar saham), intinya oke dulu. Pemerintah daerah yang memiliki. Apakah dibeli atau tidak itu nanti dibicarakan. Nanti kalau sudah jadi, kami akan terlibat dalam negosiasi tadi. Seperti kata Pak Menteri tadi, kami pemilik hak ulayat dilibatkan dalam negosiasi. Harus duduk untuk membagi hasil yang rata, itu yang namanya adil," tukasnya.
Baca juga: Ini Tambang Emas Grasberg Milik Freeport yang Legendaris
Eltinus menuturkan, saat ini rakyat Papua, khususnya Mimika, tidak menikmati keuntungan dari keberadaan Freeport di Papua. 50 tahun mengeruk emas, perak, dan tembaga di Papua, Freeport tidak memberi kontribusi signifikan.
Ke depan, masyarakat Papua harus ikut memiliki perusahaan yang mengelola Tambang Grasberg, supaya dapat ikut menguasai kekayaan alamnya sendiri dan memanfaatkannya demi kemakmuran bersama.
"Sekarang selama ini, pemilik hak ulayat tidak dilihat sebagai manusia, tidak punya apa-apa di sana. Selama 50 tahun tidak ada pembangunan. Dengan adanya keputusan ini kami senang sekali. Kami datang untuk menanyakan masa depan Papua," tutupnya. (mca/hns)