Larangan Cantrang Sudah Ada Sejak Zaman Soeharto

Larangan Cantrang Sudah Ada Sejak Zaman Soeharto

Angga Aliya ZRF - detikFinance
Jumat, 28 Apr 2017 15:33 WIB
Foto: Maikel Jefriando-detikFinance
Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melarang penggunaan alat tangkap ikan cantrang karena bisa merusak ekosistem laut. Larangan ini ternyata sudah ada sejak lama.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dirjen PT KKP), Sjarief Widjaja, larangan penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan sebenarnya telah dikeluarkan di masa pemerintahan Presiden Soeharto lewat Kepres Nomor 39 tahun 1980.

Namun belakangan, masyarakat mulai mencari alternatif pengganti sehingga menciptakan cantrang yang dikenal saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dulu tahun 1980, trawls itu sudah dilarang. Maka kemudian mulai muncul alternatif pengganti misalnya cantrang. Awalnya cantrang itu ramah lingkungan. Tetapi belakangan mulai dimodifikasi," kata Sjarief dalam keterangan tertulis, Jumat (28/4/2017).

"Cantrang yang diizinkan tidak menggunakan pemberat, jaring tidak panjang, dan ditarik tangan manusia. Tidak seperti cantrang saat ini yang jaringnya puluhan hingga ratusan kilometer, menggunakan pemberat, ditarik mesin. Itu sudah tidak ramah lingkungan," papar Sjarief.

Selain itu, kata Sjarief, cantrang umumnya digunakan oleh kapal-kapal besar di atas 30 GT. Ia juga mengungkapkan, sebagian kapal cantrang juga melakukan mark down besar-besaran.


"Banyak kita temui, kapal cantrang katanya 20 GT, pas diukur ternyata 80 GT. Dibuat di bawah 30 GT untuk menghindari pajak," ungkap Sjarief.

Di 2015 tercatat ada sebanyak 5.781 unit cantrang di seluruh Indonesia. Kemudian KKP melakukan pergantian sebanyak 1.529 unit dengan alat tangkap ramah lingkungan dan proses tersebut masih terus berlanjut.

Namun, Sjarief menyayangkan kecurangan yang terus terjadi. Di awal 2017, KKP mencatat kenaikan alat tangkap cantrang menjadi 14.357 unit.

Menurut Sjarief, pemerintah tidak hanya melarang cantrang tanpa solusi bagi nelayan. Pemerintah telah menyediakan beberapa langkah penanganan.


Untuk kapal di bawah 10 GT, penggantian alat tangkap akan disediakan seluruhnya oleh pemerintah. Adapun kapal 10-30 GT, pemerintah membantu fasilitas permodalan dari bank.

Untuk kapal di atas 30 GT, pemerintah menyediakan WPP di Timur dan Barat yaitu laut Arafura dan Natuna yang dulu umumnya dikuasai asing.

"Ratusan kapal yang sudah ke timur, itu untungnya luar biasa. Tangkapannya besar, jenis ikannya mahal-mahal. Bukan ikan kuniran, mata goyang, dan rucah yang harganya murah. Tangkapannya kakap merah dan ikan besar-besar. Satu ekornya setara dengan 10 kg rucah," kata Sjarief.

(ang/dnl)

Hide Ads