Delapan blok terminasi yang diserahkan pada Pertamina itu adalah Blok Tuban, Blok Ogan Komering, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera (SES), Blok NSO, Blok B, Blok Tengah, dan Blok East Kalimantan.
Namun dari 8 blok migas yang diberikan pemerintah itu, Pertamina hanya bersedia menggarap 7 blok saja. Khusus untuk Blok East Kalimantan, Pertamina belum bersedia menandatangani kontrak dan meminta evaluasi lebih lanjut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut hitungan Pertamina, pengelolaan Blok East Kalimantan jadi kurang ekonomis kalau mereka harus membayar dana ASR untuk rehabilitasi lahan tambang.
"Terutama karena ada dana ASR cukup besar sehingga menyebabkan keekonomian di sana turun cukup banyak," kata Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Pertamina mau saja mengelola Blok East Kalimantan dengan menggunakan skema gross split kalau tidak ada dana ASR. Andai menggunakan skema cost recovery, Blok East Kalimantan tetap tak ekonomis kalau ada dana ASR.
"Kalau enggak ada dana ASR, pakai gross split mungkin masih oke. Itu kita pakai PSC skema cost recovery pun kalau ada dana ASR berat," ujarnya.
Sekalipun Pertamina mendapat tambahan bagi hasil (split) sebesar 5% dari Menteri ESDM, Blok East Kalimantan masih belum mencapai skala keekonomian yang layak. "Tetap berat. Kita masih evaluasi dulu karena ASR cukup besar," ucap Alam.
Sejauh ini Pertamina masih menunggu respons pemerintah. Perusahaan minyak berpelat merah itu meminta waktu tambahan untuk evaluasi Blok East Kalimantan. "Kita belum dapat jawaban, apakah dikasih waktu tambahan atau tidak, kita belum tahu," tutupnya. (mca/wdl)