Turut hadir di lokasi penggerebekan Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf, didampingi Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono, dan Ketua Satgas Pangan Irjen Setyo Wasisto.
Amran mengapresiasi kinerja Satgas Pangan yang mengungkap kasus tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Amran, jenis beras yang digrebek tersebut rata-rata jenis IR 64 yang disubsidi oleh pemerintah. Selanjutnya beras dipoles menjadi beras premium.
"Setelah kami melihat tadi data-data, dari sektor pertanian, jenis beras ini yakni beras IR 64 subsidi pemerintah, yang kemudian dipoles menjadi beras premium," tutur Amran.
Setelah menjadi beras premium, harganya akan naik di pasaran. Semula harganya hanya Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram, kemudian dijual Rp 20.400 per kilogram (kg).
"Berarti ada selisih sekitar Rp 14.000 per kg. Katakanlah selisihnya Rp 10.000 per kg dari harga semula. Jika itu dikali 1 juta, maka selisihnya Rp 10 triliun . Kalau itu yang terjadi, ini akan menekan konsumen dan membuat konsumen menjerit, tapi petaninya tidak dapat apa-apa," terang Amran.
Tapi jika dihitung, Rp 10.000 per kg itu dikalikan satu juta maka hasilnya Rp 10 miliar, bukan Rp 10 triliun.
Disparitas harga beras
Sementara itu, Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengungkapkan, mahalnya harga beras yang dijual oknum pemilik gudang tersebut salah satunya diakibatkan terlalu tingginya disparitas harga di tingkat petani dengan tingkat konsumen. Padahal Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sudah mengeluarkan harga eceran tertinggi beras Rp 9.000 per kilogram.
"Artinya apa, di seluruh Indonesia tidak ada lagi harga beras di atas Rp 9.000 per kilogram. Tetapi dengan kasus ini, tidak hanya merugikan petani tapi juga konesumen karena konsumen dipaksa membeli dengan harga yang tidak wajar," kata Syarkawi.
Senada dengan Syarkawi, Tito menegaskan, pemerintah turut dirugikan karena ada uang negara yang masuk yakni subsidi.
"Sebab, subsidi pemerintah ke bahan-bahan pokok seperti beras sekitar Rp 448 triliun, hampir sepertiga APBN kita. Jika sampai sembako seperti beras yang disubsidi hingga ratusan triliun dipermainkan seperti ini, maka bukan hanya merugikan masyarakat sebenarnya, (tapi) juga pemerintah," terang Tito.
Untuk itulah, sesuai gagasan Amran dan Enggartiasto, dan juga KPPU untuk menstabilkan harga sembako, Polri langsung sinergi membentuk Satgas Pangan hingga ke daerah-daerah seluruh Indoensia. Dia juga memerintahkan seluruh jajaran melalui video conference untuk membentuk Satgas Pangan di 33 tingkat polda dan hampir 500 tingkat polres, serta satu Satgas Pangan di tingkat Mabes.
"Hasinya, sebelum Ramadan hingga saat ini harga sembako relatif stabil. Jadi, uang yang berhasil kita selamatkan hampir Rp 200 triliun, itu hanya sekitar 2 bulan," kata Tito.
Dalam kasus ini, Tito melihat ada sejumlah pelanggaran antara lain di hulu yakni adanya indikasi curang.
"Pemerintah sudah menetapkan harga gabah Rp 3.700 per kilogram, tetapi dia beli harga tinggi yaitu Rp 4.900 per kilogram. Otomatis petani menjual kepada mereka yang menawarkan tertinggi. Begitu petani menjual kepada penawar tertinggi maka tersedotlah di sini," terangnya.
Kemudian pelanggaran selanjutnya yaitu beras yang disubsidi dikemas menjadi premium membuat harganya semakin tinggi.
"Barangnya kan subsidi tapi di labelnya premium. Jika itu yang terjadi, maka masyarakat tentu tertipu. Itu masuk melanggar UU Perlindungan Konsumen. Lalu Pasal 382 KUHP soal Persaingan Curang disamping UU tentang Persaingan Usaha," papar Tito.
Belajar dari kasus tersebut, Tito mengingatkan kepada para pemain beras supaya tidak bermain curang yang merugikan petani, konsumen, hingga pemerintah. "Kami akan menyasar saudara-saudara. Jadi tolong segera yang main-main seperti ini kembali ke jalan yang benar. Kami siap mendukung langkah-langkah yang diambil oleh Bapak Menteri Pertanian," tegas Tito.
Sedangkan tersangka dalam kasus ini, menurut Tito belum ada yang ditetapkan karena masih dalam proses.
"Kita masih melakukan penyidikan supaya nantinya bisa kita tetapkan siapa saja tersangkanya. Soal barang bukti telah kita lakukan police line, dan nanti akan kita sita dengan berkoordinasi dengan instansi lainnya seperti Kementan," pungkas Tito. (hns/hns)