Usai bertemu pihak BEI, Finance Coordinator, Sjambiri Lioe, yang mewakili Tiga Pilar Sejahtera, enggan berkomentar banyak. Dia mengatakan, masalah ini cukup rumit.
"Memang ini hal yang cukup rumit, tapi mudah-mudahan bisa kita lewati," tutur Sjambiri di Gedung BEI, Jakarta, Senin (24/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tuduhan Satgas Pangan dan Bantahan PT IBU |
Tuduhan itu adalah menjual beras subsidi dengan harga mahal, dan membeli beras dari petani dengan harga tinggi sehingga mematikan penggilingan kecil.
Kemudian, menipu konsumen dengan kandungan gizi tak sesuai label, hingga menjual beras premium padahal jenis medium. PT IBU membantah semua tuduhan ini, karena mereka tidak pernah membeli beras subsidi tapi langsung dari petani. Sedangkan beras subsidi hanya ada di Bulog.
Lalu, tidak memonopoli karena kapasitasnya sangat kecil dibanding produksi gabah. PT IBU juga menjamin pencatuman gizi pada kemasan sudah sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), dan mengolah beras medium menjadi premium berdasarkan syarat dan kualitas tertentu.
Beras subsidi
Salah satu tudingan yang santer disebut adalah, PT IBU menjual beras subsidi dengan harga tinggi, Berasnya adalah jenis IR 64 yang diolah menjadi kualitas premium. Kemudian dijual dengan harga Rp 13.700 dan Rp 20.400/kg dengan merek Makyuss dan Cap Ayam Jago.
Yang menjadi persoalan, pupuk dan benihnya beras IR 64 disubsidi pemerintah. Selain itu, harga jual ecerannya hanya Rp 9.000/kg.
"Saya ingin jelaskan secara global masalah beras, beras di tingkat petani setara dengan IR 64, itu 90%, Ciherang, Inpari, dan seterusnya. Karena ini satu kelas, 90%," kata Amran di Komplek Istana, Jakarta, Senin (24/7/2017).
"Sehingga hasil per hektar atau per ton itu di dalamnya ada subsidi negara karena kita subsidi input. Jadi tolong penjelasan ini disampaikan ke publik," lanjut Amran.
Subsidi input yaitu subsidi benih Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun.
"Di luar subsidi input, ada juga subsidi beras sejahtera (rastra) untuk rumah tangga sasaran (pra sejahtera) sekitar Rp 19,8 triliun yang distribusinya satu pintu melalui Bulog dan tidak diperjual-belikan di pasar," kata Kepala Sub bidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Pertanian, Anna Astrid.
Namun, menurut Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, beras yang digerebek dari Gudang PT IBU bukan beras sejahtera (rastra). Seperti diketahui beras sejahtera adalah beras untuk mereka yang tidak mampu. Beras yang disubsidi pemerintah ini sebelumnya disebut beras miskin atau raskin
Khofifah menjelaskan, rastra merupakan kualitas medium. Tapi, beras kualitas medium belum tentu rastra selama tidak masuk atau diambil di gudang Bulog.
"Bukan (rastra), saya sudah konfirmasi ke direksi Bulog. Kalau dia diambil dari gudang Bulog saya bisa pastikan itu rastra, tapi kalau dibeli di petani sangat mungkin IR 64 yang dapat subsidi pupuk dan subsidi benih," tutur Khofifah di DPR, Senin (24/7/2017).
"Jadi yang disebut rastra itu yang masuk di gudang Bulog. Masuk pada CBP (Cadangan Beras Pemerintah) tapi kalau itu diserap dari petani maka ini IR 64, kategori yang disubsidi pupuknya, disubsidi benihnya," terang Khofifah.
Menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Firdaus, pemerintah perlu membuat aturan tegas soal kualitas dan jenis beras. Selama ini pemerintah punya harga acuan beras Rp 9.000/kg, tapi tidak dijelaskan beras apa dulu, yang broken-nya bagaimana, dan sebagainya.
"Logika sederhananya, pemerintah punya harga acuan beras Rp 9.000/kg. Tapi Anda pas Idul Fitri lalu bayar zakat beras 2,5 kg Rp 30.000, karena pakai standar asumsi harga beras rata-rata di masyarakat Rp 12.000/kg. Bukan pakai yang Rp 9.000/kg," tutur Firdaus. (hns/wdl)