Nah, agar bisa bermain saham gorengan dengan aman, tentu harus mengetahui dahulu ciri-cirinya. Menurut praktisi pasar modal, inspirator investasi, serta penulis buku Bandarmology, Ryan Filbert, caranya mudah, cukup lihat kinerja keuangan perusahaan dan bandingkan dengan harga saham saat ini.
Baca juga: Pasar Modal Pun Butuh Bandar Saham |
Jika kinerjanya biasa-biasa saja atau bahkan buruk, tapi sahamnya terus menguat itu sudah pasti digoreng. Ada berbagai variabel untuk melihat nilai kewajaran sebuah saham dari laporan keuangannya, seperti dari indikator Price Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sering kali saham yang akan digoreng dibuat turun terlebih dahulu. Hal itu agar sang 'bandit' bisa menampung saham-sahamnya di level terendah. Saat saham sudah di posisi terendah, di situlah waktunya masuk membeli saham gorengan.
"Biasanya ada broker juga yang merekomendasikan sell terus. Nanti lain juga menjual mereka yang tampung," tutur Ryan kepada detikFinance, Jumat (11/8/2017).
Jadi jika ingin mengonsumsi saham gorengan tentu jangan telat untuk masuk gerbong sang 'bandit'. Jika telat, maka semakin kecil margin keuntungan yang didapat.
Baca juga: Tukang Goreng Saham, Bandar atau Bandit? |
Selain itu exit point atau penentuan sampai level mana kita melakukan aksi jual itu juga sangat penting. Jika tidak, skenario terburuknya investor 'nyangkut' di saham tersebut dan menjadi mangsa sang bandit.
Namun menurut Ryan sangat sulit untuk mengetahui sampai level mana kenaikan saham yang sedang digoreng. Tidak ada cara yang pasti untuk menganalisanya, meskipun bisa berandai-andai dengan metode analisis teknikal.
"Susah buat ditentukan. Paling pakai hitungan technical fibonacci. Mengandai-andai pakai teori matematika dalam sebuah perdagangan yang aneh. Karena pasar itu invisible hand. Kita enggak tahu hatinya si bandit," tukasnya. (hns/hns)