Jaga-jaga Soal Utang, PLN Disarankan Tak Perlu Kebut Proyek 35.000 MW

Jaga-jaga Soal Utang, PLN Disarankan Tak Perlu Kebut Proyek 35.000 MW

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Rabu, 27 Sep 2017 14:46 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - PT PLN (Persero) dianggap tidak perlu mengebut program pembangunan 35.000 MW. Selain karena posisi kebutuhan yang tidak setinggi semula, hal tersebut dianggap bisa sebagai antisipasi dari risiko utang PLN yang membengkak.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa di Hotel JW Marriot, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).

Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melayangkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Ini terkait dengan kekhawatiran soal utang dari PT PLN (Persero), program 35.000 MW hingga risiko keuangan negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa kondisi keuangan dari PLN terus mengkhawatirkan akibat besarnya kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung oleh pertumbuhan kas bersih operasi. Ada potensi terjadinya gagal bayar. Kondisi tersebut semakin memburuk karena PLN harus investasi untuk program pembangunan 35.000 MW yang merupakan penugasan pemerintah.


Fabby mengungkapkan kekhawatiran Sri Mulyani terhadap PLN bukan tanpa alasan. Ia mengungkapkan, PLN diberikan penugasan untuk menggarap proyek 35.000 MW sekaligus membangun transmisi dan distribusi. Hanya saja target 35.000 MW disusun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi berada di level 7%.

"Perlu diingat, 35.000 MW itu disusun ketika 2014 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 7% sesuai RPJMN," kata Fabby.

Hanya saja, seiring berjalannya waktu pertumbuhan ekonomi dalam 2 tahun terakhir tak mampu menyentuh level 7%, begitu juga dengan pertumbuhan energi listrik yang tak sesuai harapan. Dengan lebih rendahnya asumsi pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik, maka diperlukan revisi program 35.000 MW.

"Nah, dengan adanya perbaikan asumsi 35.000 MW, sebenarnya kebutuhan untuk investasi 35.000 MW itu yang harus dideliver sampai 2019 kan tidak sebesar yang diperkirakan semula," tutur Fabby.


Dari program 35.000 MW, 10.000 MW di antaranya dibangun oleh PLN, sedangkan 25.000 sisanya dibangun oleh swasta (Independent Power Producer/IPP). Fabby menilai porsi PLN dan IPP harus dikurangi agar tak kelebihan suplai.

"Artinya, yang menjadi pertanyaan sekarang, satu, IPP yang 25.000 MW itu tidak perlu semuanya konstruksi sampai 25.000 MW. PLN mungkin yang 10.000 MW mungkin juga enggak perlu konstruksi semua, dan pembangunan jaringan yang sekian ribu kilometer itu, jaringan itu kan kira-kira hampir Rp 300 triliun ya dianggarkan, itu tidak perlu juga dibangun sebanyak itu," ujar Fabby.

"Jadi memang saya lihat, sudah ada antisipasi untuk mengatasi adanya pelemahan permintaan daya beli listrik yang sekarang sedang berlangsung. Sehingga proyek-proyek yang sekarang dieksekusi dalam program 35.000 MW itu tidak semuanya harus masuk di 2019-2020," tambah Fabby. (ara/mkj)

Hide Ads