Diminta Jokowi Turun Tangan, Jonan Langsung Temui Bos Besar Freeport

Diminta Jokowi Turun Tangan, Jonan Langsung Temui Bos Besar Freeport

Wahyu Daniel - detikFinance
Jumat, 06 Okt 2017 14:08 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali meminta Menteri ESDM, Ignasius Jonan, kembali terlibat dalam negosiasi bersama PT Freeport Indonesia. Sebelumnya, Jonan tidak lagi terlibat dalam negosiasi dengan Freeport Indonesia, setelah kerangka dasar (framework) kesepakatan awal sudah disetujui.

Kerangka dasar tersebut adalah divestasi 51% saham Freeport Indonesia, pembangunan smelter, dan penerimaan negara dari Freeport Indonesia yang lebih baik.


Setelah kerangka dasar ini disepakati, Jonan tidak lagi terlibat, dan proses detail eksekusi kerangka dasar tersebut dikerjakan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Terakhir dalam proses negosiasi detail eksekusi pelaksanaan kerangka dasar, sempat heboh munculnya surat CEO Freeport McMoRan, Richard Adkerson. Surat bertanggal 28 September 2017 itu intinya menolak proposal pemerintah soal divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M. Djuraid, mengatakan sesuai arahan dari Presiden Jokowi, Jonan kembali terlibat dalam perundingan bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dan Menteri BUMN, Rini Soemarno.

"Sesuai arahan presiden maka Menteri ESDM akan kembali terlibat dalam perundingan bersama dengan Menkeu dan BUMN. Sehingga diharapkan maka bisa segera diperoleh kesepakatan dengan Freeport," jelas Hadi kepada detikFinance, Jumat (6/10/2017).


Karena arahan Presiden tersebut, hari ini Jonan langsung melakukan pertemuan dengan Richard Adkerson dan Direktur Eksekutif Freeport Indonesia, Tony Wenas.



Pertemuan tersebut membahas perkembangan perundingan antara pemerintah Indonesia dan Freeport.

"Dan di situ jelas diungkapkan Freeport komitmen dengan kesepakatan yang diambil sebelumnya. Kerangka dasar yang dihasilkan mereka prinsipnya oke dan komitmen untuk itu. terkait divestasi 51%, membangun smelter, serta adanya penerimaan negara yang secara agregat lebih baik, apakah itu pajak, royalti, retribusi, lebih baik dibandingkan kontrak karya," papar Hadi. (wdl/hns)

Hide Ads