Perubahan format bisnis yang dimaksud adalah dari ritel biasa menjadi ritel mixed use atau campuran. Di dalamnya bakal ada sarana prasarana hiburan hingga kuliner.
Sarana hiburan ini biasanya meliputi bioskop dan area permainan. Sementara kuliner, ada semacam tempat makan dan minum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan bahwa kebutuhan ruang untuk mendirikan toko ritel berkonsep tersebut tergantung kebutuhan dan lokasi yang tersedia.
"Kalau mixed use butuh space ya bisa tergantung ketersediaan lokasi. Secara horizontal ataupun vertikal. Jadi sangat tergantung dengan ketersediaan lokasi lah," katanya ketika dihubungi detikFinance, Kamis (4/1/2018).
Namun, rata-rata hypermarket atau department store luasnya diperkirakan mencapai 4.000 hingga 6.000 meter. Untuk gerai ritel mixed use pun kurang lebih sama. Hanya saja, dari 6.000 meter ruang tersedia harus dibagi dengan ruang untuk kuliner dan hiburan, jika sebelumnya hanya untuk area belanja barang.
"Kan kita tahu kalau hypermarket, department store itu kan tadi antara 4.000-6.000 meter kan. Jadi mungkin diperkecil formatnya, ukurannya, tapi dicampur dengan mixed use baik itu horizontal maupun vertikal," ujar Roy.
Namun jika pelaku ritel yang sebelumnya sudah mendirikan ritel biasa dan ingin mengubah konsep menjadi mixed use tapi terkendala oleh keterbatasan ruang, mau tidal mau harus relokasi alias pindah ke area yang lebih luas.
"Untuk yang enggak ada tempat lagi mau enggak mau relokasi," tambahnya.
(zlf/zlf)