Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), seperti dikutip di Jakarta, Sabtu (6/1/2018), sampai akhir 2017 lalu, jalan paralel perbatasan Kalimantan yang belum tembus menyisakan 336,6 km lagi.
Di 2018, pemerintah menargetkan jalan baru yang dibangun sepanjang 182,2 km. Jalan baru tersebut terdiri dari 60 km di Provinsi Kalimantan Barat, 52,4 km di Provinsi Kalimantan Timur dan 114,2 km di Provinsi Kalimantan Utara. Dengan demikian, total panjang jalan yang sudah tembus sampai akhir 2018 diharapkan sebanyak 1.542,7 km dan menyisakan 154,6 km jalan yang belum tembus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara di 2019, sisa jalan yang belum tembus tersebut diharapkan sudah tuntas dikerjakan seluruhnya.
Sebagai informasi, panjang jalan paralel perbatasan di Kalimantan mencapai 1.920 km. Jalan tersebut tersebar di Kalimantan Barat sepanjang 849 Km, Kalimantan Timur 243 Km dan Kalimantan Utara 827 Km. Sampai saat ini, jalan perbatasan Kalbar, dari 849 km, sisa yang belum tembus adalah 107 Km. Sementara dari Kalimantan Timur, dari 243 km, sisa yang belum tembus adalah 76,5 km dan di Kalimantan Utara sebanyak 147,8 km dari 827 km.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan dengan adanya jalan ini, maka masyarakat di dua lokasi yang dihubungkan memiliki akses jalan yang bisa bermanfaat mempercepat pemerataan ekonomi.
Sebelum ada jalan perbatasan, masyarakat dari Putusibau yang menuju Badau, harus menyusuri jalan setapak melintas tengah hutan yang memakan waktu hingga tiga hari berjalan kaki. Tak jarang, mereka harus bermalam di tengah hutan.
Kehadiran jalan perbatasan sekaligus melengkapi pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Nanga Badau yang diharapkan bisa menjadi gerbang ekspor produk lokal Indonesia menuju negara tetangga. Tanpa adanya jaringan jalan, maka masyarakat perbatasan masih akan bergantung pada produk yang datang dari Malaysia.
Selain itu, jalan perbatasan memperlancar kendaraan logistik melintas dan membawa produk-produk lokal menuju Badau.
"Desa-desa di kawasan perbatasan memerlukan jaringan jalan yang terhubung dengan jalan yang sudah ada. Jaringan jalan perbatasan ini merupakan infrastruktur yang bernilai strategis bagi NKRI dengan fungsi sebagai pertahanan dan keamanan negara dan sebagai pintu gerbang aktifitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga," ucap Basuki beberapa waktu lalu. (eds/hns)