Rusli menjelaskan, pertemuan dengan Jokowi untuk melaporkan bantuan kapal nelayan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Ia pun melaporkan sejumlah hambatan yang masih dihadapi nelayan dalam mengurus perizinan kapal.
"Pertama, Alhamdulillah kita sudah empat tahun ini dapat bantuan kapal ikan dari Bu Susi cukup banyak. Tapi ada hambatan yang dialami para nelayan, yaitu izin kapal, yang di atas 30 GT itu berbulan-bulan. Itu yang kita sampaikan," ujar Rusli di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu prosesnya di BPN, dan itu mereka punya SOP sendiri juga, sehingga terkesan lama, ikutnya undang-undang Nomor 2 Tahun 2014," kata Rusli.
Izin yang masih terpusat di Jakarta, contohnya untuk kapal di atas 30 GT, membuat nelayan terhambat melakukan aktivitas penangkapan ikan. Hal ini pun akan ditindaklanjuti di masing-masing kementerian terkait.
"Respons tadi, Menko Perekonomian dan pak Pramono Anung, mencatat dan akan dibahas dengan kementerian terkait," kata Rusli.
Rusli menambahkan, Gorontalo mendapat bantuan kapal sebanyak 57 unit dengan ukuran di atas 30 GT, akan tetapi yang sudah berizin baru 17 kapal. Dengan demikian, sisanya belum bisa digunakan untuk melaut.
"Yang lain belum ada. Jadi mereka nggak bisa melaut. Kalau melaut, bahaya, bisa ditangkap dan sudah ada kasus. Sehingga ada satu nelayan, itupun tidak untuk menangkap ikan, tapi hanya untuk mencoba engine-nya, apakah kapal ini bagus atau tidak," ujar Rusli.
Pihaknya meminta agar perizinan kapal di atas 30 GT bisa dilakukan di daerah. Sehingga nelayan bisa cepat menangkap ikan menggunakan kapal bantuan tersebut.
"Tapi untuk efektif lagi ya berikan saja ke daerah. Karena yang dibantu itu nelayan yang tidak mampu. Mereka bahasa Indonesia dia pun susah dan itu harus ke Jakarta. Dan itu harus mereka urus sendiri, nggak bisa lewat orang lain," kata Rusli. (ara/hns)