Utang pemerintah per Februari 2018 telah tembus Rp 4.034,8 triliun atau naik 13,46% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan angka tersebut maka rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 29,24%.
Darmin mengatakan rasio utang pemerintah yang sebesar 29,24% tersebut masih rendah dibandingkan dengan negara berkembang yang setara dengan Indonesia, seperti Malaysia, Brasil, Thailand, dan Vietnam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Utang Pemerintah RI Tembus Rp 4.000 T |
Darmin mengungkapkan rasio utang terhadap PDB juga merupakan indikator yang digunakan seluruh negara di dunia.
"Di kita itu kemampuan kita untuk membayar utang, kalau itu utang souverign memang barang kali itung-itungannya harus dibuat lebih teknis, kalau angkanya 29% itu adalah indikator global, tapi ya itu yang dipakai antara satu negara dengan negara lain, berapa persen utang suatu negara dibandingkan GDP-nya, jadi GDP juga jangan dianggap enggak abstrak, memang ini harus dibuat lebih teknis," ungkap dia.
Dari Rp 4.034,8 triliun sebesar 19,27% atau Rp 777,54 triliun untuk pinjaman pinjaman dalam negeri sebesar 0,14% atau sebesar Rp 5,78 triliun.
Di bagian pinjaman terbagi lagi untuk pinjaman luar negeri sebesar 19,13% atau Rp 771,6 triliun yang terdiri dari pinjaman bilateral 8,21% atau Rp 331,24 triliun, pinjaman multilateral 9,82% atau Rp 396,02 triliun, pinjaman komersial 1,07% atau Rp 43,32 triliun, dan pinjaman suppliers 0,03% atau Rp 1,17 triliun.
Sedangkan sisanya atau 80,73% dari Rp 4.034,8 triliun diperuntukkan kepada surat Berharga Negara (SBN) yang yang nilainya Rp 3.257,26 triliun.
Dari total SBN tersebut terbagi lagi yakni dalam denominasi rupiah sebesar 62,62% atau Rp 2.359,47 triliun, dan dalam denominasi valas sebesar 18,11% atau sebesar Rp 897,78 triliun. (dna/dna)