"Kalau nanti the Fed naikkan di bulan Juni, mungkin di Mei akan terjadi volatilitas. Ini adalah bagian yang harus kita jalani," katanya ditemui di Gedung BI, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Baca juga: Rupiah Menguat, IHSG Dibuka Rebound |
The Fed sendiri diproyeksi akan menaikkan suku bunganya sebanyak 25 basis points pada saat itu. Namun dia meminta masyarakat bersikap wajar jika rupiah kembali bergejolak pada saat itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan terus melihat perkembangan ekonomi domestik dan dunia. Dan kita akan merespons berdasarkan data yang kita akan kaji pada saat rapat dewan gubernur pada bulan April atau Mei nanti," katanya.
Baca juga: Dolar AS Menguat, Siapa yang Diuntungkan? |
Agus juga menganggap rupiah yang terdepresiasi hingga 1,24% pada periode Januari-Maret 2018 ini masih wajar. Meski ada kenaikan yang cukup tinggi dibanding tahun 2017, namun nilai depresiasi yang masih di bawah 1,6% dianggap masih terkendali.
"Ini masih dalam kondisi yang wajar. Volatilitasnya tidak akan membuat masyarakat tidak percaya dengan nilai tukar rupiah. Kalau kemarin ada tekanan di rupiah, lebih banyak karena menunggu rapat FOMC. Begitu nanti tanggal 21 April FOMC menyatakan bunga the Fed naik 25 bps, dan Indonesia masih tunjukkan ekonomi yang baik, inflasi dan likuiditas terjaga, berarti tetap akan menjadi tenang," ungkapnya. (eds/dna)