Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) angkat bicara menyikapi hal itu. Menurut Kepala Bagian Humas Kementerian ATR/BPN, Horison Mocodompis para petani tersebut sangat mungkin mendapatkan sertifikat.
"Kalau fakta-fakta di lapangan mengatakan tanah itu bebas, tanah negara bebas yang memang sudah dikelola selama ini oleh petani tentu dia bisa memohonkan kepada negara untuk diakui haknya," kata dia kepada detikFinance, Rabu (11/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia harus memohonkan hak itu karena kalau memang dia berhak mendapatkan bukti tanda kepemilikan dalam bentuk hak milik dia harus mohon, mengusulkan ke kantor BPN agar dapat sertifikat," lanjutnya.
"Dari permohonan ini lah BPN akan melakukan penelitian terhadap status tanah tersebut, apakah di atasnya ada melekat hak atau tidak dan seterusnya. Itu tindakan-tindakan seperti itu kan butuh penelitian di lapangan. Kita tidak bisa diatas kertas," sambung Horison.
Terkait pengakuan petani sawit yang memegang surat keterangan tanah (SKT), Horison mengatakan SKT itu semacam surat keterangan yang menceritakan bagaimana para petani itu atau siapapun mulai menguasai tanah, tapi bukan merupakan bukti kepemilikan atau bukti hak yang diatur dalam perundang-undangan.
Agar ada kepastian, maka BPN setempat harus mengecek terlebih dulu ke lapangan saat proses pengurusan sertifikat nanti.
"Kita belum mengecek dan mengidentifikasi, tapi kalau itu bagian HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan dan itu memang secara penguasaan itu dikuasai oleh masyarakat, nah ini kan kita harus identifikasi, penguasaannya bagaimana," tambah Horison. (hns/hns)