"Perkiraan kami yield SBK untuk penerbitan berkelanjutan 7,1-7,5%, tentu perlu pendalaman. Tapi Lebih baik dari suku bunga deposito yang sekitar 6%," kata Nanang di Gedung BI, Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Penerbitan SBK ini juga sebagai bentuk pendalaman pasar keuangan dan tertuang dalam PBI 19/9/PBI/2017 tentang penerbitan dan transaksi surat berharga komersial di pasar uang. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/52/KEP/DIR 11 Agustus 1995 tentang persyaratan penerbitan dan perdagangan surat berharga komersial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Utang RI Rp 4.034 T Masih Aman, Percaya? |
BI sudah sosialisasi kepada perusahaan yang berpotensi menjadi penerbit SBK. Dia berharap perusahaan yang sudah listing dapat memanfaatkan instrumen SBK ini.
"Tentunya yang listed, karena dengan perusahaan listed keterbukaan informasi lebih baik. Karena mereka sudah lewati proses legal oleh berbagai pihak dan itu sangat penting bagi investor yang akan membeli," jelas dia.
Baca juga: Moody's Kembali Naikkan Peringkat Utang RI |
Sampai saat ini, lanjut Nanang, sudah banyak perusahaan yang mendaftar ke BI untuk menjadi penerbit SBK. Nominal pembeliannya pun Rp 500 juta, dan perbankan boleh membelinya.
"Bank juga tidak ada larangan untuk membeli. Jadi intermediasi perbankan melalui SBK. Jadi kalau bank beli SBK itu mem-financing korporasi. Bagi bank kalau mereka butuh likuiditas maka bisa dijual setiap saat karena ada pasar sekundernya," tutup dia. (hns/hns)