"Sebenarnya sudah masuk dalam prolegnas 2018, hampir beberapa waktu yang lalu sudah kita bahas bersama, hampir jadi. Kemudian Bank Indonesia menyampaikan pandangan-pandangan kembali," ujar Yasonna dalam sambutan acara RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal di Kantor PPATK, Jalan Juanda, Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Dalam acara ini dihadiri Menkum HAM Yasonna Laoly, Ketua DPR Bambang Soesatyo, mantan Kepala PPATK Yunus Husein, Deputi Bank Indonesia Erwin Rijanto dan Ketua KPK Agus Rahardjo. Acara ini bertema optimalisasi penelusuran aset hasil tindak pidana melalui regulasi pembatasan transaksi uang kartal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Posisi sekarang menunggu paraf para menteri, setelah itu presiden. Nanti ditunda atau tidak ini di DPR," kata Yasonna.
Kendati begitu, Yasonna menyebutkan RUU itu perlu diterapkan untuk mengurangi transaksi uang yang tidak jelas. Apalagi pemerintah berkomitmen untuk memberantas korupsi.
"Pemerintah pasti akan gerak karena ini sudah tahap akhir, dan ini berkaitan dengan komitmen kita. Karena UU ini punya peranan penting dan strategis untuk pemerintahan yang lebih bersih, mengurangi lalin uang yang tidak jelas, lalin uang cash," tutur dia.
Jika RUU itu segera disahkan bisa menekan peredaran uang palsu, kasus korupsi, terorisme dan pencucian uang. Oleh sebab itu, RUU itu bisa mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana korupsi hingga pencucian uang.
"Kalau UU ini berhasil, tentunya peredaran uang palsu tertekan. Pembatasan transaksi tunai perlu ditekan terus, dalam rangka menekan kasus korupsi, terorisme, money laundring akan terlacak," jelas Yasonna.
Diketahui, RUU tentang pembatasan transaksi uang kartal sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) di DPR sejak tahun lalu. Namun, RUU tersebut tak sempat dibahas hingga saat ini. (fai/hns)