Boy Thohir Pernah Dilarang Sang Ayah Kerja di Bank

Boy Thohir Pernah Dilarang Sang Ayah Kerja di Bank

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 19 Apr 2018 11:03 WIB
Foto: Agung Pambudhy/detikcom
Jakarta - Garibaldi Thohir merupakan salah satu dari sederet orang sangat kaya di Indonesia. Majalah Forbes mencatat, pria yang akrab disapa Boy Thohir ini sebagai orang terkaya ke 23 di Indonesia di 2017 dengan total kekayaan mencapai US$ 1,41 miliar atau setara Rp 19,03 triliun (kurs Rp 13.500).

Boy dikenal sebagai pengusaha handal di bidang industri pertambangan batu bara. Meskipun kini dia memiliki banyak perusahaan di berbagai bidang industri. Namun ternyata langkah awal kakinya melangkah di dunia bisnis dilakoninya sebagai calo tanah.

Kisahnya di dunia bisnis bermula ketika Boy pulang dari Amerika Serikat (AS) setelah merampungkan pendidikannya hingga magister. Sebagai lulusan universitas luar negeri, Boy ingin bekerja di perusahaan bonafide seperti Citibank, American Express dan IBM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Namun ternyata keinginannya itu dilarang oleh ayahnya Muhammad Teddy Thohir. Ayahnya yang merupakan salah satu founder Astra Internasional itu ingin dia menjadi seorang pengusaha.

"Saya tanya dulu ke ayah saya bahwa saya mau kerja di Citibank. Ditanya berapa gajinya, saya bilang lumayan US$ 2.000/bulan sekitar Rp 4 juta saat itu. Dia bilang tidak. Saya bilang apa ayah mau saya kerja di Astra? tapi dia jawab apa lagi di Astra, kamu mulai dari nol mungkin gaji kami hanya Rp 2 juta, bagaimana kamu bisa balikin duit saya yang sudah habis hampir Rp 1 miliar," kenangnya saat berbincang dengan detikFInance, Rabu (19/4/2018).

Akhirnya pada 1991 dia terbesit untuk mendirikan bisnis properti. Idenya itu muncul lantaran dia tahu bahwa akan ada pembangunan jalan yang menghubungkan Saharjo dengan Kuningan. Boy pun ingin mendirikan sebuah gedung yang hendak dia sewakan.

Rencana itu pun mendapatkan restu, bahkan ayahnya bersedia memberikan modal. Namun rencana itu kandas lantaran dia hanya ingin membebaskan lahan seluas 3.000 meter persegi, sementara ketentuan pembebasan lahan minimum 1 ha.



Akhirnya dia dibawa ayahnya menemui petinggi-petinggi Astra Internasional saat itu seperti Theodore Permadi Rachmat dan Edwin Soeryadjaya. Boy diminta untuk mempresentasikan pemikirannya tentang peluang bisnis properti di wilayah yang kini menjadi kawasan Kasablanka.

Proposal Boy pun diterima, dia diminta untuk membebaskan lahan seluas 20 ha. Sayangnya lantaran kondisi perekonomian saat itu sedang terganggu dia hanya bisa membebaskan lahan seluas 3 ha.

"Waktu itu saya hanya calo tanah, bukan developer, saya hanya bebasin lahan untuk Astra. Jadi basic awal saya jadi pengusaha membebaskan tanah. Saya ini RCTI, rombongan calo tanah Indonesia. Tapi itu pengalaman berharga," tuturnya.

Meski gagal menjadi pengusaha properti dan hanya mentok menjadi calo tanah, justru pengalaman itu yang bisa membuatnya menjadi pengusaha sukses.

Ilmunya itu bermanfaat saat Boy mulai masuk ke industri batu bara saat membuat bisnis keuangan WOM Finance, mengembangkan tambang batu bara di Sawahlunto, lalu ke Kalimantan Selatan, hingga membeli saham PT Adaro Energy Tbk dari tangan asing. (zlf/zlf)

Hide Ads