Thomas menilai kekurangan tenaga kerja tersebut mempengaruhi realisasi investasi Indonesia. Menurutnya, kekurangan tenaga kerja ini sudah cukup mendesak.
"Saya kasih contoh, salah satu skill shortage paling parah, itu tenaga ahli IT, programing, koding, orang yang terampil di IT ini semakin langka dan mahal. Ini ada keterkaitannya dengan TKA," kata Thomas di kantor BKPM, Jakarta, Senin (30/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah satu segmen TKA yang paling tinggi yang kita butuhkan adalah dari India, karena India itu punya jumlah tenaga kerja terampil di sektor IT dengan jumlah yang besar. Tidak banyak orang tahu, bahwa saat ini pun pelaku kita di e-commerce banyak sekali men-outsource menggunakan kontraktor-kontraktor IT di India," sambung dia.
Selain di sektor IT, Thomas melanjutkan, bahwa Indonesia juga kekurangan tenaga pengajar bahasa Inggris. Padahal, bahasa Inggris sangat dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan di sektor pariwisata yang mencapai 20% per tahun.
"Jadi kita butuh guru-guru bahasa Inggris yang cenderung dari India dan Filipina," katanya.
Dia bilang, kebutuhan TKA untuk pengajar bahasa Inggris tersebut lantaran orang-orang Indonesia yang pandai berbahasa Inggris lebih memilih profesi lain dibanding menjadi guru. Walau demikian, Thomas tak bisa menyebut berapa jumlah kebutuhan dari profesi tersebut.
"Karena orang Indonesia yang lancar bahasa Inggris cenderung kerja di perbankan, atau di e-commerce, konsultan hukum, asuransi atau yang lainnya, yang penghasilannya lebih tinggi daripada jadi guru bahasa Inggris," jelasnya.
Baca juga: Singapura Masih Rajai Investasi di RI |
"Jadi kita kekurangan guru bahasa Inggris, jadi mengisi kita impor dari Filipina, dari india, yang lebih murah daripada orang kita sendiri," tutupnya. (fdl/zlf)