Berdasarkan pantauan detikFinance, Rabu (2/5/2018) Rini mengenakan kemeja warna putih saat mengunjungi proyek. Sesampainya di lokasi, dia langsung menyalami para pekerja.
Tak lama, dia langsung diberi penjelasan terkait progres kereta cepat Jakarta-Bandung oleh petugas proyek. Petugas yang memberikan keterangan terkait progres proyek merupakan orang China. Sehingga, Rini dibantu oleh penerjemah untuk mengerti keterangan dari petugas proyek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Rini melanjutkan perjalanan di ruang pameran. Di ruang pameran sendiri terdapat miniatur proyek serta kereta cepat.
Untuk diketahui, nilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan. Kenaikan itu ditopang adanya biaya asuransi pada proyek tersebut.
Plt Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwi Windarto sebelumnya mengatakan nilai proyek tersebut saat ini menjadi US$ 6,071 miliar atau setara Rp 81,96 triliun ( asumsi kurs US$ 1=Rp 13.500). Sebelumnya, nilai proyek ini US$ 5,98 miliar.
Baca juga: Ada LRT, Menhub: 2023 Jakarta Nggak Macet |
"US$ 5,988 miliar jadi US$ 6,071 miliar sudah lama kok," kata Dwi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).
Dwi mengatakan, bertambahnya nilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dikarenakan asuransi proyek dan komponen debt service reserve account (DSRA). Kedua komponen tambahan ini mendongkrak nilai proyek sekitar US$ 100 juta.
"Asuransi dan DSRA, debt service reserve account. Jadi reserve account yang harus ditanggung KCIC karena pinjaman," kata Dwi.
Dari nilai proyek tersebut, lanjut Dwi, 75% di antaranya berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dan 25% berasal dari ekuitas perusahaan.
Ekuitas sebesar 25% berasal dari PT PSBI yang memiliki 60% saham di KCIC dan Beijing Yawan konsorsium lima BUMN China yang memiliki 40% saham di KCIC.
"75% CDB 25% dari ekuitas pemegang saham. Pemegang saham KCIC 40% Beijing Yawan dari 5 BUMN China 60% PSBI," tutur Dwi. (zlf/zlf)