Dirjen Hortikultura Kementan, Suwandi, mengatakan untuk mendukung upaya percepatan swasembada bawang putih, upaya yang ditempuh, salah satunya yakni menghentikan pemberian rekomendasi impor dalam kurun waktu 3 sampai 4 tahun mendatang.
Menurut dia, kebijakan ini untuk meningkatkan gairah petani untuk menanam karena kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi dari produksi petani. Imbasnya, harga bawang putih yang diterima petani menguntungkan sehingga kesejahteraan turut terkerek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disampaikannya saat bertemu dengan para importir dalam rapat koordinasi Ditjen Hortikultura Kementan di Semarang.
"Bapak dan Ibu sekarang boleh disebut sebagai importir, namun nanti bukan lagi sebagai importir tapi sebagai pengusaha," tegas Suwandi di depan para importir tersebut.
Suwandi menilai, importir dan petani ibarat dua sisi mata uang yang berbeda, tapi melekat satu sama lain. Importir menyediakan modal dan tata niaganya, sementara petani menyiapkan lahannya. Dia juga meminta zisemua perizinan, informasi ketersediaan lahan, dan rekomendasi untuk penanaman bawang putih dipermudah.
"Simbiosis mutualisme. Dua-duanya tidak dapat dipisahkan. Saya akan tegas menindak oknum di jajaran Ditjen Hortikultura yang bermain-main dengan perizinan. Jangan coba-coba," ucap Suwandi.
Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementan, Justan Riduan Siahaan menuturkan, importir dalam berbisnis boleh saja mencari keuntungan. Akan tetapi tetap harus tetap melindungi petani di dalam negeri.
"Bapak dan Ibu boleh untung, tapi untung yang berkeadilan karena tujuan kita bernegara adalah memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia," tutur Justan.
Ada lima rekomendasi Komisis IV DPR yakni penguatan kemitraan importir dan petani, komitmen tanam dan dispensasi batas waktu wajib tanam, fasilitasi penyediaan lahan dan benih, penyederhanaan asosiasi pengusaha bawang putih, serta importasi memperhatikan produksi dalam negeri akan tuntas dibahas dalam pertemuan tersebut.
Agenda strategis dalam event ini tentu saja untuk mengurai beberapa tantangan dan hambatan dalam implementasi wajib tanam dan wajib menghasilkan yang diamanatkan dalam Permentan Nomor 38 Tahun 2017.
Suwandi menyebut, sampai dengan hari ini, sudah 52 perusahaan yang telah diterbitkan RIPH 2018 dengan total wajib tanam seluas 4.000 hektar dan realisasi tanam baru mencapai 174 hektar. Sisa wajib tanam dan menghasilkan akan didampingi oleh Dinas Pertanian dan Kementan di lapangan untuk mencapai hasil sesuai harapan. (idr/hns)