Kepala Divisi Internasional BNI Henry Panjaitan mengatakan, saat ini BNI memiliki 6 kantor cabang di luar negeri untuk melayani trade finance dan remittance. Namun sayangnya pelayanannya masih menggunakan teknologi lama.
"Sebagai bank yang lead di bidang trade dan remittance bayangkan kita punya 6 perwakilan boleh dibilang ini belum terhubung secara digital. Kita menggunakan konsep teknologi TPC, ini teknologi lama, banyak manualnya," tuturnya di Menara BNI, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi sebenarnya proses checking kita same day hanya butuh 2 jam. Tapi yang jadi masalah proses penyiapan dokumen, seperti mau ekspor itu membutuhkan waktu berhari-hari. Harus siapkan dokumen ekspor sampai dokumen insurance," tuturnya.
Namun dengan teknologi blockchain, proses sharing data antar lembaga bisa dilakukan. Sehingga proses verifikasi akan lebih cepat.
"Dengan teknologi ini semuanya masuk akhirnya sharing data dan sharing value. Lebih efisien, paperless kita tidak harus verifikasi karena blockchain ini semua data masuk. Kalau menyiapkan seluruh dokumen untuk ekspor itu bisa 3-4 hari dan di banknya 1 hari, nanti bisa lebih cepat jadi hanya 1 hari," terang Henry.
Teknologi blockchain merupakan teknologi yang menggunakan konsep distributed ledger yang memungkinkan data terdistribusi pada setiap titik yang terhubung di dalamnya dengan efisien dan akuntabel. Sehingga semua pihak yang termasuk anggota blockchain dapat melakukan pertukaran data secara real time.
Selain lebih efisien bagi nasabahnya, penggunaan teknologi blockchain sendiri diyakini bisa membuat perusahaan lebih efisien. Sebab dengan proses digital, BNI bisa menerima nasabah trade finance dan remittance tanpa harus menambah cabang.
"Untuk membangun trade finance itu kita bangun ada sekitar 100-200 orang untuk melakukan proses checking, karena masih paper based. Kalau pakai teknologi ini kami bisa kembangkan bisnis sampai ke 6 negara tanpa menambah 600 orang lagi, jadi digantikan dengan IT, orang-orang ini bisa masuk ke marketing," tambahnya.
Hingga April 2018, volume trade finance BNI mencapai US$ 15 miliar, tumbuh 23% dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Sementara volume bisnis remittance mencapai Rp 61,79 triliun, tumbuh 18,8%.
Kontribusi terbesar dari bisnis remittance BNI masih dari Malaysia sekitar 40%. Sementara bisnis trade finance kebanyakan dari Amerika Serikat dan China.
Tahun ini BNI menargetkan fee untuk bisnis remittance sebesar Rp 183 miliar tumbuh 18% dari perolehan di 2017. Sedangkan bisnis trade finance diharapkan meraup fee sebesar Rp 2 triliun, naik dibanding 2017 sebesar Rp 1,7 triliun.