"Jadi, saya diperintahkan presiden untuk pergi ke Uni Eropa (UE), untuk melakukan pertemuan terkait sawit. Kepentingan saya sih biodiesel nya," katanya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Lebih lanjut, ia menjelaskan hal itu dilakukan agar persoalan sawit di UE tidak berlarut-larut. Pasalnya dengan adanya kampanye hitam sawit, hal ini dinilai sebagai diskriminasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau soal lingkungan, saya jelasin tuh gimana kita care sama lingkungan, pemulihan lahan. Juga soal human right. Kami disclosed human right kita selesaikan dengan baik," sambung Mantan Menteri Politik Hukum dan HAM itu.
Luhut memaparkan, dengan adanya diskriminasi tersebut dapat menyebabkan kemiskinan. Sebab sektor sawit memperkerjakan sebanyak 17,5 juta orang.
"Ada 17,5 juta orang yang kerja. Kalau kalian nggak akomodasi ekspor kami. Dan banding kami, ini akan berdampak pada kemiskinan. Padahal kemiskinan kita sudah turun. Gini ratio kita itu membaik karena kelapa sawit, yang punya ini kan adalah negara berkembang," jelasnya.
Ia juga mengatakan saat ini kondisi sawit di Indonesia terus berkembang. Bahkan ia menilai pada 2045 akan ada banyak peluang di sektor tersebut.
"Saya bilang ke EU ini mau gimana kalian mau retailed? Jangan taruh kami di kondisi yang sulit. Kita punya kelas menengah dan terus berkembang. Size ini kan disini, akan banyak peluang pekerjaan. 2045 kami sudah bisa lebih baik loh ekonomi kami. Jadi, EU silakan buat kebijakan," ungkapnya.
Selain itu, berkat hal tersebut China dan Eropa juga memberikan respons berupa penambahan impor kelapa sawit sebanyak 500 ribu ton dan seminar soal agrikultur.
"Ini penjelasan ada dampaknya, kemarin sudah bagus. Apalagi, China kasih greenlight untuk 500 ribu ton untuk tahun ini. Saya pikir ini perkembangannya bagus. Dari pejabat negara di Eropa usul, melakukan seminar soal agriculture. Pembicara utamanya banyak, ada cardinal dari Vatikan. Vatikan terlibat disini, tidak membuat komprotatif dengan UN. Ini dia lihat masalah kemiskinan, humanity," pungkasnya.