-
Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah per April 2018 telah mencapai Rp 4.180,6 triliun atau naik Rp 44 triliun jika dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar Rp 4.136 triliun.
Dengan jumlah yang mencapai Rp 4.180,6 triliun maka rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tercatat 29%. Angka ini masih jauh dari batas yang dietapkan dalam UU yakni sebesar 60% terhadap PDB.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, utang pemerintah per April 2018 naik 1,06% jika dibandigkan bulan sebelumnya.
"Posisi stok utang atau utang pemerintah mencapai Rp 4.180 triliun atau 29% dari PDB," kata Luky di Kementerian Keuangan, Jakarta.
Berdasarkan data APBN Kita, total utang pemerintah per April 2018 sebesar Rp 4.180,61 triliun lebih tinggi 13,99% dibandingkan periode yang sama di 2017 sebesar Rp 3.667,41 triliun.
Angka Rp 4.180,61 triliun ini berasal dari pinjaman sebesar Rp 773,47 triliun atau 17,50% dari total. Adapun pinjaman tersebut berasal dari pinjaman luar negeri sebesar Rp 773,91 triliun yang terdiri dari bilateral Rp 331,24 triliun, multilateral Rp 397,82 triliun, komersial Rp 43,66 triliun, suppliers Rp 1,19 triliun. Sedangkan yang berasal dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,78 triliun.
Selanjutnya, utang pemerintah yang berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.407,14 triliun. Di mana yang berdenominasi rupiah sebesar Rp 2.427,76 triliun. Denominasi valas sebesar Rp 979,38 triliun.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, utang tersebut sejauh ini masih dikelola dengan baik. Sebab, rasio utang dengan PDB masih di bawah 30%. Bahkan, jauh di bawah batas yang diatur dalam UU Keuangan Negara yakni 60%.
"Kalau lihat utang pemerintah, totalnya realisasi utang per April Rp 4.100 triliun, sesungguhnya di bawah 30%, 29,8% baru dirilis Kementerian Keuangan. Rasio masih di bawah 60% sesuai UU Keuangan Negara," kata dia kepada detikFinance di Jakarta.
Memang, secara nominal utang tersebut terlampau besar. Namun, kata dia, nominal bukanlah indikator yang tepat untuk menilai utang.
"Kalau nominal kurang objektif Rp 4.000 triliun nggak apple to apple. Alangkah baiknya melihatnya dari sisi rasio, akan lebih apple to apple. Rp 4.000 triliun dengan Rp 4.000 triliun di Filipina dan Malaysia akan berbeda," ujarnya.
Akan tetapi, dia mengingatkan, pemerintah mewaspadai tren penguatan dolar. Sebab, hal itu bisa membuat utang pemerintah Indonesia membengkak.
Kementerian Keuangan menyebutkan realisasi penarikan utang sampai April 2018 sudah mencapai Rp 187,2 triliun atau lebih rendah dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp 193,6 triliun.
Penarikan utang yang dilakukan karena jumlah penerimaan negara masih lebih rendah dibandingkan belanja negara. Sampai 30 April 2018, pendapatan negara sebesar Rp 527,8 triliun atau sudah 27,9% dari target Rp 1.894,7 triliun.
Sedangkan realisasi belanja negara sebesar Rp 582,94 triliun atau sudah 26,3% dari target Rp 2.220,6 triliun. Dengan begitu, defisit anggaran tercatat Rp 55,1 triliun atau 0,37%.
"APBN kita dari sisi defisit realisasinya mengalami perbaikan yang sangat konsisten dan ini yang selalu saya sampaikan. Ini konsistensi pemerintah untuk jaga APBN secara hati-hati dan efektif namun mendukung perekonomian. Ini konsisten pemerintah jaga kebijakan utang yang selama ini sering dijadikan sorotan oleh beberapa pihak," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kementerian Keuangan, Jakarta.