Bos BEI Buka-bukaan Soal Penyebab Dana Asing Cabut Rp 40 T

Bos BEI Buka-bukaan Soal Penyebab Dana Asing Cabut Rp 40 T

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 21 Mei 2018 13:07 WIB
Foto: Danang Sugianto/detikFinance
Jakarta - Investor asing terus melakukan aksi jual. Dari awal tahun hingga saat ini sudah investor asing sudah melakukan aksi jual (net sell) sebesar Rp 40,98 triliun.

Investor asing memang sudah melakukan aksi jual sejak mata uang dolar Amerika Serikat (AS) mengamuk. Namun kondisi ini diperparah ketika indeks MSCI mengeluarkan daftar konstituen saham baru.

Bobot dari saham-saham di Indonesia pun dikurangi. Seperti MSCI Small Cap Indeks, atau jajaran saham Indonesia berkapitalisasi kecil, indeks ini mendepak 5 saham yakni PT Totalindo Eka Persada Rbk (TOPS), PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Indofarma Tbk (INAF), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), dan PT Wijaya Karya Beton (WTON).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk menggantikannya dimasukkan hanya satu saham yakni PT Trada Alam Minera (TRAM). Lalu MSCI Global Standard Index untuk Indonesia mengeluarkan saham PT XL Axiata Tbk (EXCL). Sebagai penggantinya Indeks MSCI memasukkan saham PT Indah Kiat Pulp Tbk (INKP).


Kondisi tersebut merupakan hal buruk yang selalu dikhawatirkan oleh Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio. Dia khawatir pemerintah China membuka penjualan saham seri A perusahaannya, imbasnya MSCI menambah bobot China.

"Permasalahanya China membuka saham seri A nya, ada 230 saham seri A China masuk dalam perhitungan MSCI. Sehingga bobot China naik, ini memang secara hitung mendilusi boboy kita sekitar 0,04%. Ya sudah kejadian kan yang ditakuti," tuturnya di Gedung BEI, Jakarta, Senin (21/5/2018).

Permasalahannya, MSCI merupakan indeks yang menjadi acuan seluruh investor dunia. Bahkan total dana investasi yang mengacu pada MSCI mencapai US$ 13 triliun.

"Lalu untuk emerging market ada US$ 1,7 triliun. Dia menentukan bobot investasi suatu negara, dia menentukan saham yang layak menurut dia untuk diinvestasikan," imbuhnya.



Hal kedua yang dikhawatirkan Tito adalah jika Saudi Aramco jadi melakukan pelepasan saham di pasar modal. Sebab nilai kapitalisasi pasar Saudi Aramco jika jadi IPO diperkirakan lebih dari US$ 1 triliun. Hal itu tentu juga akan mengurangi bobot Indonesia di MSCI.

"Kemudian yang saya khawatir kenapa China masuknya di kategori emerging market, harusnya masuk developt market," tambahnya.

Oleh karena itu Tito selalu menargetkan kapitalisasi pasar di pasar modal Indonesia naik menjadi Rp 10 ribu triliun. Saat ini rata-rata nilai kapitalisasi pasar Indonesia di bawah Rp 7 ribu triliun dan kemarin malah turun menjadi Rp 6.400 triliun.

Meski begitu, Tito yakin keluarnya dana. asing dari pasar modal Indonesia belakangan ini tidak sepenuhnya karena perubahan bobot MSCI. (zlf/zlf)

Hide Ads